Senin, 10 September 2012

PERBANKAN SYARI'AH UNTUK INDONESIA


DALAM MENGOPTIMALISASI PEREKONOMIAN
MELALUI PERBANKAN SYARIAH


Harrys Pratama Teguh, Ida Lelah, Juharudin *

ABSTRACT


Name: Harrys Pratama Teguh[1] NIM: (081200072) Students Jinayah Siyasah (JS) IAIN “Sultan Maulana Hasanuddin” Banten
Islam is a universal (Shamil), perfect (kamil), and perfected (mutakamil) given by Allah SWT as the Creator of nature and all its contents to the man who was appointed as the leader (caliph) on Earth that have an obligation to bring prosperity both materially and spiritually by grounding aqeedah and Shari'ah that each civilization will bear a straight and honorable behavior (akhlaqul karimah). Therefore the task of the Caliph on earth is to regulate the mechanism of action or activity that is to be run in a balanced and fair manner that leads to a society and its environment that is safe, tranquil, and peaceful and full of blessing and forgiveness from Allah SWT. While the authority to plan, gives the formulation, and implement development policies and programs to suit local needs considered not capable of making, and dealing with poverty issues quickly and effectively. In recent years the problem of poverty is still colored by accounts payable that may require more intensive attention to seriously think about and pursue a variety of countermeasures that adult poverty is not just a national issue but a global problem.
At the writing of scientific papers that we use is a qualitative research, which is a qualitative research is that research findings are not obtained through a statistical procedure. Our data sources are the result of exchanging ideas with experts Insurance sharia, Islamic bonds, financial experts sharia, or Islamic reinsurance expert survay result of the management of Islamic financial institutions in the Banten Province. Not only is it a major source of Call For writing this paper, data from various media such as newspapers, Internet, and a source of additional reference articles.
With the article titled "The role of Bank Indonesia in optimizing the Economy Through Sharia Banking" Efforts are expected to develop an economy through infrastructure development, development of productive activities and services revenue activities (such as banking and improving government administration) requires high human resource. Banking is an institution that implements three main functions, namely to receive deposits, lend money, and money transfer services. To Bank Syariah basically three functions can be performed unless in performing banking functions to do things that are forbidden in Shariah. Sharia banking products can be divided into three parts, namely :
1.       Product Distribution of funds.
2.       Product fund-raising.
3.       Products related to banking services rendered to its customers.
Connection between Islamic banking products in life is to provide services to the economically weak segments of society and the distribution of micro-entrepreneurs through financing, investment and savings.

Keywords: Development Programme, the stability of the banking system, Capital Investment (Investors), and national financial systems.



PENDAHULUAN
Islam merupakan ajaran yang universal (Syamil), sempurna (kamil), dan menyempurnakan (mutakamil) yang diberikan oleh Allah sebagai Pencipta alam beserta seluruh isinya kepada manusia yang diangkat sebagai pemimpin (Khalifah) di bumi ini yang mempunyai kewajiban untuk memakmurkannya baik secara material maupun secara spiritual dengan landasan Aqidah dan Syari’ah yang masing-masing  akan melahirkan peradaban yang lurus dan perilaku mulia (akhlaqul karimah).
Karena itu tugas Khalifah di bumi ini adalah untuk mengatur mekanisme kerja atau aktivitas yang ada agar berjalan secara seimbang dan adil yang mengarah pada suatu tatanan masyarakat beserta lingkungannya yang aman, tentram, dan damai serta penuh barokah dan ampunan dari Allah SWT. Sementara kewenangan yang besar untuk merencanakan (Planning), memberi perumusan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan setempat dinilai belum mampu membuat, dan menangani masalah kemiskinan secara cepat dan efektif. Pada tahun belakangan ini masalah kemiskinan masih diwarnai dengan hutang piutang yang dapat menuntut perhatian yang lebih intensif untuk serius memikirkan dan mengupayakan berbagai langkah penanggulangan Kemiskinan yang dewasa ini tidak hanya menjadi isu nasional namun masalah global.
Dalam kaitan dengan upaya mewujudkan “negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur” dan “untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana yang diikrarkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka sistem ekonomi yang perlu digunakan adalah sistem yang berbasis keadilan yaitu Ekonomi Syari’ah.





Usaha dalam pembentukan sistem tersebut didasari oleh larangan dalam Agama Islam untuk memungut maupun meminjamkan uang terhadap publik melalui sistem bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi berbagai bidang usaha yang dapat dikategorikan haram seperti yang telah penulis ketahui yaitu usaha yang berkaitan dengan produksi makanan maupun minuman haram, usaha media yang tidak Islami dan lain sebagainya dimana hal tersebut tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional terutama keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat. Perbankan Syari’ah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana. Seiring dengan berjalannya waktu setiap lembaga keuangan bank sudah menjadi sasaran masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup.

PERUMUSAN MASALAH
Sistem profit sharing merupakan sebuah sistem yang cukup bagus dari sudut pandang syari’at. Karena sistem tersebut telah dinilai oleh berbagai ahli perbankan sebagai sistem yang lebih adil daripada sistem bunga. Bahkan sistem bunga tersebut dapat digolongkan sebagai kategori riba yang jelas hukumnya haram. Berdasarkan uraian singkat tersebut menimbulkan pertanyaan yang cukup rumit untuk dipahami yaitu  kenapa banyak kasus dalam bisnis melalui sistem bagi hasil dapat bangkrut dan bahkan banyak investor yang mengaku sudah tertipu terhadap sistem tersebut ? Ada dua sebab faktor dari permasalahan tersebut, diantaranya :
1.      Pengusaha tersebut tidak menggunakan sistem bagi hasil yang benar.
2.      Bisa jadi perusahaan itu menggunakan sistem bagi hasil dengan benar, namun tidak pernah dengan fair menjelaskan resikonya terhadap investor yang menyebabkan para investor merasa ditipu oleh sistem tersebut.
Sementara yang terlibat sebagai pihak kedua adalah pemodal (investor) yang memiliki andil dalam mendanai usaha itu agar dapat berjalan. Baik modal kerja maupun  modal secara keseluruhan. Atas masing-masing andil tersebut, kedua belah pihak berhak atas hasil usaha yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama untuk dikembangkan. Karena secara umum dapat digaris bawahi dalam menjalankan bisnis tidak ada yang dapat memastikan keuntungan dalam usaha bisnis yang telah disepakati sebelumnya. Maka pembagian hasil usaha bisnis tersebut dapat ditetapkan dalam bentuk prosenstase yang merupakan sstem bagi hasil dari keuntungan yang didapat, bukan atas besarnya dana yang diinvestasikan.

METODE PENULISAN
Pada penulisan karya tulis ilmiah yang kami gunakan adalah penelitian kualitatif, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik. Sumber data kami adalah hasil bertukar pikiran dengan para ahli Asuransi Syari’ah, Obligasi Syari’ah, pakar keuangan Syari’ah, pakar Reasuransi Syari’ah maupun hasil survay terhadap lembaga pengelolaan Keuangan Syari’ah yang berada di Provinsi Banten. Tidak hanya itu yang menjadi sumber utama penulisan Call For Paper ini, data dari berbagai media seperti Koran, Internet, dan Artikel menjadi sumber referensi tambahan.

LANDASAN TEORI
Ekonomi Syari’ah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.[2] Ekonomi Syari’ah atau sistim ekonomi koperasi berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.[3]
Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah.[4] Pemerintah diminta untuk lebih memperhatikan pengembangan konsep ekonomi Islam melalui Baitul Maal Watamwil (BMT) atau biasa disebut usaha kecil mikro sebagai ujung tombak pembangunan Ekonomi Syari’ah karena saat ini hampir sekitar 3.500 BMT sudah berkembang dan maju di Indonesia.
Menurut ketua Jurusan Perbankan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Euis Amalia[5] selama ini pertumbuhan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) sangat membantu mengatasi kemiskinan dan pengangguran, namun keberadaan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM)  masih mendapatkan hambatan yang cukup signifikan seperti belum adanya regulasi sebagai payung hukum keberadaan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) untuk bisa mandiri.
Disamping itu keterbatasan mendapatkan bantuan sebagai modal dari dunia perbankan, keterbatasan sumber daya manusia yang belum menguasai ekonomi syari’ah, dan memahami ekonomi umum secara matang, juga menjadi hambatan pengembangan usaha kecil mikro tersebut. Sementara menurut Direktur Perbankan Syari’ah Bank Indonesia,[6] Harisman menuturkan penguatan Ekonomi Syari’ah harus berdasarkan pada aqidah, karena apabila pengembangan Ekonomi Syari’ah tanpa berbasiskan akidah akan berdampak pada akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam merecovery ekonomi Banten adalah penerapan Ekonomi Syari’ah. Ekonomi syari’ah memiliki komitmen yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan keadilan pertumbuhan ekonomi, penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang yang dapat menciptakan stabilitas perekonomian. Ekonomi Syari’ah yang lebih menekankan keadilan dapat memberikan pelajaran melalui konsep yang unggul dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional.
Fakta ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global,[7] seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman), dan lain sebagainya. Kedepan pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi Islam yang telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis. Sementara bank raksasa mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada likuidasi, sebagian Bank konvensional lain secara terpaksa direkap oleh pemerintah melalui dana APBN dalam jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN dikuras oleh pemerintah untuk keperluan membayar bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN yang seharusnya diutamakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat, tetapi justru digunakan untuk membantu bank konvensional. Inilah faktanya, kalau masyarakat masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.
Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, menuju arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan yang berlaku pada saat ini terdapat dua perbankan yang bertugan menjalankan keuangan Negara yaitu Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional, dalam menjalankan stabilitas sistem keuangan antara Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional sangat jauh manfaat yang dapat masyarakat rasakan pada umumnya. Seperti yang terjadi pada masyarakat adalah Pendekatan ekonomi konvensional yang berlebihan terhadap pemenuhan kepentingan pribadi (self interest), memang telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian di Dunia Barat. Tetapi dibalik keberhasilan ini, dapat dipahami Pendekatan ekonomi konvensional dinilai gagal dalam mewujudkan aktualisasi visi sosial dan tujuan normatif lahirnya ilmu ekonomi.[8]

Hal tersebut dapat dinilai dari sisi negatif, sisi negatif dari pendekatan ekonomi konvensional tersebut adalah menimbulkan efek negatif dalam bentuk yang diistilahkan oleh Fukuyama “kekacauan yang besar (the great disruption)”.  perbedaan antara kedua sistem tersebut diantaranya :
PERBEDAAN
PERBANKAN  KONVENSIONAL
PERBANKAN  SYARI’AH
1.      Bebas nilai.
2.      Sistem Bunga.
3.      Profit Oriented (kebahagiaan dunia).
4.      Hubungan debitur.kreditur.
5.      Tidak ada lembaga sejenis DPS (Dewan Pengawas Syari’ah).
1.      Adanya larangan untuk membayar dan menerima bunga pada perbankan syariah.
2.      Perbankan Syari’ah tidak menggunakan skema pinjaman dalam penyaluran dananya.
3.      Pinjaman hanya digunakan sebagai aktivitas sosial tanpa meminta imbalan.
4.      Setiap pinjaman yang disertai dengan imbalan adalah riba.

LANDASAN HUKUM
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah Pasal 2 dan Pasal 3 menyatakan[9] asas dari kegiatan usaha perbankan syari’ah adalah prinsip syari’ah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan berasaskan prinsip syari’ah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maisir, gharar, objek haram dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan yang dimaksud dengan berasaskan demokrasi ekonomi adalah kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan. Tujuan dari perbankan syari’ah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan Nasional.

PRODUK PERBANKAN SYARI’AH
Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syari’ah pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan kecuali bila dalam melaksanakan fungsinya perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syari’ah. Produk perbankan Syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1.      Produk Penyaluran dana.
2.      Produk Penghimpunan dana.
3.      Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.

PEMBAHASAN
Industri perbankan tidak lepas dari tugasnya untuk menghadapi lingkungan nasabah yang terdiri dari nasabah perorangan dan nasabah organisasi.  Dalam melakukan pelayanan, perbankan perlu mengetahui lebih jauh mengenai karakter tiap jenis nasabah tersebut.  Hubungan yang dibangun antara bank dengan nasabah idealnya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan mengedepankan dua hal penting seperti komitmen dan rasa percaya.[10] 
Meskipun nasabah organisasi merupakan kumpulan manusia, tetap dipandang dalam hubungan antar manusia yang mewakili bank melalui  nasabah organisasi tersebut. Untuk dapat menilai sejauh mana mutu layanan produk bisnis Pperbankan yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Namun perlu diketahui tolak ukur kualitas pelayanan dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain meliputi :
1.      Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi.
2.      Meningkatkan kualitas pelayanan (improve service quality), terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang dijanjikan dengan tepat.
3.      Bertanggungjawab (Responsiveness), kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4.      Kompetensi (Competence), tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5.      Sopan dan ramah (polite and friendly), Sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6.      Kredibilitas (Credibility), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan masyarakat.
7.      Keamanan (Security), Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai bahaya dan resiko.
8.      Akses (Access), terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9.      Komunikasi (Communication), kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10.  Memahami Nasabah (Understanding The Customer), Melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Lembaga Administrasi Negara pada tahun 1998 telah membuat beberapa kriteria pelayanan yang baik meliputi kesederhanaan, kejelasan, kepastian, kemauan, Transparan, efisiensi, ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu, serta kriteria kuantitatif. Hatry[11] lebih merinci mengenai prosedur untuk mengukur kualitas pelayanan. Walaupun diakui untuk melakukan pengukuran kualitas pelayanan selalu diwarnai banyak masalah dan hambatan (obstacle) terkait dengan kualitas pelayanan yang tidak dapat diukur secara tepat dan reliable.
Keyakinan tersebut tentu benar bahwa tidak semua aspek dari kualitas layanan dapat diukur secara lengkap untuk setiap program sebagaimana dapat diukur secara lengkap untuk setiap program sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Hatry[12]. “That not all aspects of service quality can be measured perfectly for any programme”, namun demikian terdapat teknik untuk melakukan pengukuran kualitas dari setiap aspek program pelayanan.
Menurut Oliver kepuasaan merupakan tingkatan perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya.[13] Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan maka setiap nasabah mapun konsumen akan kecewa terhadap pelayanan yang belum maksimal.
Namun yang apabila kinerja pelayanan bank sesuai dengan harapan, maka setiap nasabah akan merasakan kepuasan yang sangat dinantikan. Dilihat dari segi kinerja yang telah melebihi harapan maka seluruh nasabah maupun konsumen akan merasa sangat puas.
Menurut Dedy Mulyadi[14] tentang kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dengan kinerja atau hasil yang dirasakan. Hal tersebut juga disamakan oleh Lira Indriwinangsih dan sudaryanto,[15] bahwa pelanggan yang merasa terpuaskan akan memberikan tambahan nilai positif yang tidak lepas dari kesetiaan pelanggan. Setiap pelanggan yang setia dilihat secara individual tidak hanya menggunakan pelayanan tersebut melainkan menyakinkan setiap manusia untuk turut merasakan pelayanan yang tersedia pada setiap lembaga keuangan walaupun sebagai calon pelanggan baru. Dengan makin maraknya persaingan didunia perbankan menyebabkan berbagai langkah yang telah dilakukan oleh pihak bank dalam rangka menarik minat masyarakat untuk menjadikan nasabah lembaga keuangan bank. Persaingan perbankan beberapa tahun yang lalu berkisar pada strategi penawaran dihiasi dengan berbagai variasi produk bank seperti tabungan dan deposito berjangka dengan suku bunga yang menarik serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Setiap persaingan akan mengalami peningkatakan dengan adanya undian berhadiah atau pemberian hadiah-hadiah langsung kepada nasabah. Hal ini menunjukkan bahwa dunia perbankan sangat kompetitif dalam menarik minat masyarakat dan mempertahankan atau meningkatkan hubungan bisnis dengan para nasabah seperti prinsip Syari’ah. Menjalankan roda perekonomian melalui Prinsip Syari’ah yang merupakan aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syari’ah. Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah. diantaranya :
·         Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
·         Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
·         Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
·         Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan diperoleh dari transaksi.
·         Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam.
Prinsip perbankan syariah akan membawa kemaslahatan bagi umat terhadap keseimbangan sistem ekonominya.[16] Hal tersebut sangat disayangkan atas dasar kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut hingga mengakibatkan masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah dalam menggunakan fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Dalam perbankan Syari’ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua belah pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka lembaga keuangan dinilai telah melanggar ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits. Perlu dipahami citra bank yang aman dan sehat akan menjadi prioritas nasabah dalam memilih bank, selain hal tersebut ada prioritas lain yang tidak kalah penting seperti kualitas pelayanan (Quality of Service).
Untuk itu setiap Bank dituntut untuk lebih giat dalam bekerja dengan efektif dan efisien agar dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada nasabahnya.  Kualitas pelayanan dapat dikatakan sebagai kemasan jasa, sedangkan kualitas pelayanan merupakan pembentukan citra (image building). Oleh karena itu, media promosi untuk menarik pendatang ke bank komersial ialah pelayanan kepada para nasabah. Tingkat pelayanan bank dapat memicu budaya jual agar pemasaran bank dapat lebih berhasil.

Berdasarkan analisa diatas dapat dipahami membangun sebuah budaya pelayanan merupakan tantangan tersendiri yang harus dihadapi bank. Memang, tak mudah mengubah budaya pelayanan yang telah melembaga pada sebuah organisasi atau perusahaan besar Sekalipun dengan menyewa seorang chief executive officer (CEO) baru. Dalam membangun dan meningkatkan budaya pelayanan yang baik terhadap seluruh organisasi bank besar tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat.
Kualitas pelayanan sangat penting dan harus ditingkatkan karena sangat identik dengan keberadaan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam walaupun dari segi kualitas pelayanan  seperti yang telah penulis uraikan sebelumnya Ekonomi Islam masih menghadapi berbagai permasalahan dan  tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut setidaknya ada lima  problem dan  tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, diantaranya :
          1          Masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas.
          2          Ujian atas kredibilitas sistem ekonomi dan keuangannya.
          3          Perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai.
          4          Masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ekonomi Syari’ah, sehingga Sumber Daya Insan (SDI) di bidang ekonomi dan keuangan Syari’ah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan  ekonomi syariah yang memadai.
          5          Peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif masih rendah terhadap pengembangan ekonomi Syari’ah yang didasarkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam.
          6          Sosialisasi dan mempemudah akses ekonomi Syari’ah masih minim.


          7          Penguatan sistem regulasi yang kuat. Dalam bidang perbankan misalnya proses pembentukan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan Syari’ah, dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Surat Berharga Syari’ah Negara (SBSN).[17] UU Perbankan Syari’ah, RUU Surat Berharga Syari’ah Negara secara tersendiri menjadi penting sebagai legitimasi terhadap industri perbankan syariah semakin utuh. Sehingga pengaturan sistem Perbankan Syari’ah dapat diperluas dengan pengayaan produk serta pengaturan teknis lainnya.
Dilihat dari analisis diatas, Hal tersebut erat kaitannya dengan reksadana berbasis Syari’ah yang dapat menambah aset syariah. Sebab potensi asset Syari’ah dilihat secara kualitatif akan membuka peluang besar potensi penyerapan obligasi sukuk yang akan diterbitkan oleh pemerintah yang merupakan instrumen investasi yang sangat diharapkan oleh seluruh persaingan pasar. 
Komitmen ekonomi syariah terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan dimulai dengan landasan filosofis ilmu ekonomi syariah itu sendiri. Ilmu Ekonomi Syari’ah adalah ilmu yang bertumpu pada sistem nilai yang akan memberi makna dalam aktivitas manusia pada setiap peran yang dilakukan. Umer Chepra[18] mengatakan ilmu Ekonomi Syari’ah yang sarat dengan nilai itu bukan saja bermanfaat bagi kaum muslim tetapi juga kepada siapa-pun yang menginginkan keadilan dan kesejahteraan. Perlu digaris bawahi terdapat empat (4) filosofis[19] ilmu Ekonomi Syari’ah menuju pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, keempat landasan tersebut diantaranya :
          1          Konsep tauhid, keyakinan terhadap kekuasaan absolut terhadap akses ekonomi yang ada di alam semesta dan tujuan prilaku ekonomi hanya untuk Allah SWT. Manusia sebagai pelaku ekonomi dapat bertindak sebagai pemegang amanah (trustee). Dalam Islam manusia adalah perwakilannya di muka bumi (khalifah fil ard) yang bertugas penuh untuk menciptakan kemakmuran di muka bumi. Secara filosofis prilaku ekonomi bukan pada kompetisi yang saling menjatuhkan satu sama lain namun melakukan kerjasama (ta’aun, syirkah) untuk kemakmuran bersama pula.
          2          Keadilan dan keseimbangan menjadi pilar utama dalam ekonomi Islam yang diwujudkan dalam bentuk pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Karena itulah konsep pembangunan bukan hanya pertumbuhan pendapatan secara nominal namun juga distribusi pendapatan tersebut secara merata. Anugerah Allah tidak boleh terpusat pada segelintir orang, karena itu perlu ada sistem distribusi harta tersebut tanpa menciderai kepemilikan inividual. Prinsip ini menghasilkan sisitem ekonomi makro (prinsip keuangan) dengan menggunakan real based economy, sedangkan pada hubungan sektor monoter dan ril menjadi erat, terkait peredaran uang tidak hanya pada segelintir orang yang tidak menyentuh sektor ril. Sedangkan pada ekonomi mikro berkaitan dengan prinsip pengeluaran (expenditure) yang harus berdasarkan kebutuhan primer, sekunder, dan tersier (الابتدائي والثانوي ، والجامعي) dengan objeknya kepada masyarakat ekonomi lemah dalam rangka mengentaskan kemiskinan.         
          3          Prinsip kebebasan (hurriyah) dalam melakukan aktivitas ekonomi dan mendapatkan kepemilikan harta selama tidak bertentangan dengan ketentuan, baik cara mendapatkan maupun mempergunakannya. Sebab kebebasan itu merupakan fitrah manusia itu sendiri, dan dengan kebebasan itu manusia akan melakukan upaya (ikhtiyar) maksimal dalam melakukan aktivitas ekonomi. Sampai disini, ekonomi Islam tidak akan “kaku” dengan segala bentuk perkembangan cara (teknologi) secanggih apapun dan siapapun berhak melakukan akses ekonomi tersebut selama tidak melanggar garis syar’i.





          4          Tanggung jawab yang merupakan pasangan dari bentuk kebebasan, sebab  dalam Islam semua bentuk aktivitas dan kepemilikan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan batasan yang telah diatur. Islam meminta pertanggungjawaban prinsipnya terpusat pada Allah (tancendental accountability) yang akan menumbuhkan integritas yang sejalan dengan prinsip Good Corporate Goverment (GCG) dan market discipline.
Di samping itu, tentu masih banyak lagi daftar persoalan masyarakat yang berkaitan dengan kemiskinan dan terlalu sempit untuk diulas dalam tulisan ini. Sistem ekonomi saat ini seakan tidak dapat mendorong distribusi kekayaan atau sumber-sumber ekonomi lainnya dari kelompok masyarakat yang berlebihan kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Sebagian masyarakat melihat bagaimana kalangan perbankan konvensional sebagai sub-sistem perekonomian nasional yang seharusnya memiliki peran yang sangat strategis didalam proses realokasi sumber-sumber ekonomi, belum dapat menyalurkan kembali secara proporsional dana masyarakat yang berhasil dihimpunnya kedalam pembiayaan yang diperlukan oleh masyarakat bawah. Sebaliknya, justru bank-bank tersebut berlomba-lomba menawarkan kredit konsumtif dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Kita lihat dijalan-jalan raya diberbagai kota besar banyak sekali billboard dengan ukuran superbesar dari bank-bank besar mempromosikan produk kartu kredit, tetapi hampir tidak ada billboard dengan tema promosi kredit produktif.
Kondisi ini tentu akan semakin mengarahkan masyarakat untuk berpola hidup konsumtif, yang pada akhirnya semakin mempersulit upaya mengatasi masalah kemiskinan. Sumber dana tidak digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas sektor ekonomi produktif sementara masyarakat cenderung semakin berperilaku konsumtif yang dapat mengurangi kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial seperti masalah kemiskinan tersebut. Spirit untuk mengatasi masalah kemiskinan akan hilang dan sistem ekonomi konvensional akan tetap gagal mengatasi masalah kemiskinan.
Untuk merealiasikan dual economic sistem diharapkan pemerintah segera membangun instrumen dan infrastruktur yang diperlukan. Misalnya menerbitkan surat utang negara berbasis syari’ah, mengizinkan multifinance Syari’ah serta peraturan terkait praktik keuangan Islam di Indonesia. Barangkali pembahasan mengenai masalah ini sudah terlalu sering disampaikan oleh berbagai kalangan, namun tidaklah berlebihan bila diulas kembali berkaitan dengan pokok bahasan dari tulisan ini dan sebagai persiapan atau pembekalan bagi diselenggarakannya suatu Gerakan Nasional Ekonomi Syari’ah dalam waktu dekat ini. Keunggulan sistem Ekonomi Syari’ah antara lain sebagai berikut :
  1. Ekonomi Syari’ah memiliki landasan tauhid dan kesatuan umat, artinya kegiatan Ekonomi Syari’ah harus mengacu pada aturan dasar untuk apa sebenarnya alam dengan segala isinya atau yang disebut sebagai makhluk, termasuk manusia seperti kita ini, diciptakan oleh Tuhan. Kegiatan Ekonomi Syari’ah dengan segala institusi, perangkat, sistem dan prosedur serta variabelnya harus dijalankan, diatur dan dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran umat manusia tanpa memandang suku, golongan, tingkatan dan agama dengan semangat pengabdian kepada Tuhan. Kemakmuran terwujud maka kemiskinanpun teratasi.
  2. Ekonomi Syari’ah dibangun dan dijalankan di atas prinsip keadilan. Pelaku ekonomi misalnya, seperti pengusaha, pedagang, petani dan sebagainya, memiliki kesempatan dan akses yang sama terhadap dana atau pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Sebaliknya, Institusi Ekonomi dan Keuangan Syari’ah memberikan kesempatan dan akses dimaksud. Interaksi keduanya atas dasar prinsip keadilan tersebut memungkinkan realokasi sumber-sumber dana secara lebih merata ke segenap unit ekonomi yang membutuhkan, dan tersalurkannya kembali seluruh dana masyarakat kedalam roda perekonomian secara riil. 


Dengan demikian, Institusi Keuangan Syari’ah sangat memungkinkan untuk menciptakan keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil dan secara positif mendorong pemanfaatan kapasitas produksi secara optimal dan pemanfaatan semua potensi ekonomi untuk kesejahteraan umat. Pada gilirannya, akan tercipta berbagai lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih luas dan merata.
Kemiskinan tentunya akan menjadi lebih mudah untuk diatasi. Selanjutnya, Institusi Keuangan Syari’ah menggunakan pola bagi hasil baik untuk dana masyarakat yang terhimpun maupun untuk dana yang disalurkan kembali ke pelaku ekonomi. Pola bagi hasil juga mengandung prinsip kesetaraan karena tidak ada satu pihak yang berada di atas pihak lainnya dan semangat yang dibangun adalah kerja sama, bukan persaingan dan bukan pula eksploitasi. Satu pihak saling melengkapi dan membutuhkan pihak lainnya. Semangat kerja sama ini merupakan manifestasi dari ajaran tolong menolong yang bersifat universal.
  1. Ekonomi Syari’ah menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap hubungan antara satu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya. Nilai-nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat yaitu: Sidiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah (STAF). STAF ini sudah jauh lebih dahulu ada sebelum Good Corporate Governance (GCG) menjadi acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. STAF diharapkan dapat menjaga pengelolaan Institusi-Institusi Ekonomi dan Keuangan Syari’ah secara professional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan best practice yang berlaku.
Dengan demikian, STAF merupakan prasyarat bagi terlaksananya dengan baik keunggulan Sistem Ekonomi Syari’ah di atas sehingga benar-benar dapat mengatasi berbagai persoalan ekonomi dan sosial masyarakat seperti masalah kemiskinan yang tidak dapat diatasi dengan baik oleh sistem ekonomi yang berlaku saat ini.
Akhirnya, Sistem Ekonomi Syari’ah harus dilaksanakan dan dikembangkan melalui proses interaksi yang berkesinambungan antara berbagai stakeholders, baik pelaku Ekonomi dan Keuangan Syari’ah, Pemerintah, Bank Indonesia, Institusi Pendidikan, sosial dan masyarakat pada umumnya.  
Pertumbuhan Perbankan Syari’ah terkendala oleh minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli atau benar-benar mengerti dalam bidang Perbankan Syari’ah tersebut. Hal demikian menjadi penghambat bagi industri Perbankan Syari’ah ditengah tingginya permintaan bankir dalam melakukan perluasan jaringan. Mungkin inilah salah satu tantangan bagi perkembangan industri Perbankan Syari’ah, padahal dalam situasi krisis seperti ini diharapkan Perbankan Syari’ah bisa mengembangkan dan memperluas jaringannya, pada saat ini yang penulis ketahui kebanyakan orang yang mengelola Perbankan Syari’ah bukanlah orang-orang yang benar-benar mendalami ilmu Syari’ah, melainkan mereka hanya mendapatkan training selama 6 bulan untuk memahami sistem yang dipakai dalam Perbankan Syari’ah.
Berdasarkan survei kepada masyarakat yang menggunakan jasa Perbankan Syari’ah ini, sebagian masyarakat berpendapat seperti “Perbankan Syari’ah disini sama saja dengan bank konvensional, hanya namanya saja yang berbeda”. Mendengar pernyataan ini pilu kah hati umat Islam akan masalah atau penghambat pada saat ini ? berbeda lagi dengan orang-orang yang benar-benar lulusan Ekonomi Islam, mereka menjiwai betul aturan-aturan, prinsip yang dipakai dalam Perbankan Syari’ah yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist.
Apabila masalah ini dapat diatasi dengan baik dan benar, diharapkan industri Perbankan Syari’ah akan semakin gagah dan mampu menjawab semua tantangan, mungkin saja bisa mengalahkan perbankan konvensional, investor dari berbagai negara akan lebih tertarik kepada Ekonomi Islam. Disamping itu pemerintah harus berperan aktif dalam mengembangkan Sistem Ekonomi Islam di mata Internasional dan diharapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tercinta ini menjadi salah satu pusat Perbankan Syari’ah di dunia.

Secara tegas ekonomi Islam dapat mengambil sebuah kebijakan yang lebih mengedepankan kesejaheraan seperti menetapkan bentuk perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan sebagaimana diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi Islam harus mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain itu, Ekonomi Syari’ah dalam perkembangannya lebih menekan kepada empat sifat, keempat sifat tersebut antara lain :
1.      Kesatuan (unity).                        3.      Keseimbangan (equilibrium).
2.      Kebebasan (free will). Dan        4.       Tanggungjawab (responsibility).
Dengan mengetahuinya perbedaan diatas diharapkan masyarakat dapat memahami sistem Ekonomi Syari’ah yang lebih mengedepankan kesejahteraan umat manusia walaupun beda Agama yaitu kepentingan.[20] Dalam perjalanan hidup setiap manusia selalu mendapatkan ujian yang cukup berat antar sesama manusia seperti pencurian uang, hutang piutang, biaya pengeluaran keseharian, biaya sekolah, biaya transportasi, harga barang pokok semakin mahal, beban masyarakat bawah semakin besar, sementara pegawai negeri dinilai telah menikmati uang masyarakat (uang haram) dan lain sebagainya. Oleh karena itu setiap manusia menginginkan adanya perlindungan kepentingan-kepentingan terhadap ancaman-ancaman bahaya sepanjang masa terutama dalam menjalankan dunia bisnis yang berbasis Syari’ah.
Dengan telah diberlakukan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, maka pengembangan industri Perbankan Syari’ah nasional semakin memiliki nilai landasan hukum yang memadai dan semakin mendorong pertumbuhan perekonomian dengan lebih cepat melalui progres perkembangan yang impresif, perkembangan tersebut dapat dinilai melalui nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai aset lebih dari 65% pertahun, maka dengan adanya landasan hukum diharapkan peran masyarakat terhadap industri Perbankan Syari’ah dalam mendukung perekonomian nasional serta menjalankan bisnis yang berbasis syari’ah akan semakin banyak.
Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem Syari’ah, antara lain pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan mempunyai kesadaran untuk berperilaku bisnis dengan tetap menggunakan prinsip Syari’ah yang mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak lahirnya Ekonomi Syari’ah hingga era reformasi saat ini.
Berdasarkan dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syari’ah Terhadap Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syari’ah sebagai upaya pencapaian target market share Perbankan Syari’ah mencapai 2.96% dari perbankan nasional tahun 2010 dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip Syari’ah.
Banyaknya kekurangan dan masalah yang dihadapi pada tahun 2009 silam, maka banyak pula tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan Perbankan Syari’ah untuk mewujud Perbankan Syari’ah yang lebih komprehensif pada tahun 2010 ini. Adapun tantangan dan solusi untuk menerapkan Perbankan Syari’ah, dan pemahaman masyarakat terhadap perbankan yang lebih mengedepankan kesejahteraan yang berbasis keadilan, yaitu :
1.      Program Pencitraan Baru. Program pencitraan baru ini merupakan prioritas utama dalam memperluas pasar, sehingga Perbankan Syari’ah Indonesia memiliki citra baru yang bisa menarik semua golongan masyarakat tanpa terkecuali yang menginginkan keuntungan kedua belah pihak (bank dan nasabah), dengan atribut yang lebih menekankan ke substansi (universal values) sebagai atau kemanfaatan bagi semua pihak.
2.      Program Pengembangan Segmen Pasar. Dengan memahami profil segmen pasar yang dihadapi, tentunya Bank Syari’ah akan dapat merumuskan strategi pemasaran yang lebih tepat demi menjangkau pasar yang lebih luas. Pemetaan target market sebagaimana dimuat dalam Grand Strategy mengungkapkan, terdapat 5 segmen pasar berdasarkan orientasi perbankan dan profil psikografisnya seperti nasabah yang sangat mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses sebagai sarana pembayaran gaji dan transaksi bisnis, dan segmen nasabah yang mengutamakan penggunaan jasa bank konvensional. Melalui riset pasar dalam Grand Strategy juga terungkap, bahwa pengguna Perbankan Syari’ah di Indonesia cenderung berprilaku pragmatis, Potret nasabah perbankan di Indonesia umumnya sudah memahami keunggulan masing-masing perbankan dimana perbankan konvensional unggul dalam jaringan yang luas dan memiliki fasilitas layanan yang handal dan luas. Di sisi lain, Perbankan Syari’ah, unggul karena karakteristik produk yang menyebabkan nasabah ingin menggunakan kedua jenis perbankan tersebut. Dengan kata lain, profil nasabah perbankan di Indonesia sesungguhnya didominasi oleh mereka yang mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses.
3.      Program pengembangan produk. Syari’ah perlu terus melakukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema keuangan yang variatif serta dapat menunjukkan perbedaan perbankan syari’ah dengan perbankan konvensional. Beberapa inisiatif yang harus dilakukan oleh Bank Syari’ah melalui mirroring produk dan jasa bank syari’ah internasional serta mendorong bank syari’ah milik asing untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia. Program ini menjadi keharusan agar keunikan Perbankan Syari’ah dibandingkan dengan perbankan konvensional lebih terlihat jelas.
4.      Program peningkatan pelayanan. Dari survey tingkat kepuasan nasabah, sebagaimana dimuat dalam Grand Strategy, terungkap bahwa kualitas layanan Perbankan Syari’ah lebih baik di core benefit yang ditawarkan. Sedangkan dilihat dari tingkat kepuasan terhadap pinjaman bank konvensional dan Bank Syari’ah, kualitas Perbankan Syari’ah lebih baik hampir di semua aspek. Dengan demikian, maka peningkatan kualitas layanan mesti terus dilakukan di area yang terkait keunikan maupun bersifat umum. Dengan mengadopsi konsep service excellency berdasarkan dimensi RATER (Reliability, Assurance, Tangible, Emphaty, Responsiveness).

5.      Program komunikasi yang universal dan terbuka. Berbagai upaya promosi dan komunikasi oleh Bank Syari’ah kepada masyarakat perlu mencermati spektrum peta segmen pasar yang ingin dijangkau, sehingga dapat menjaga citra baru perbankan syari’ah Indonesia yang modern, terbuka bagi semua segmen masyarakat (inklusif), dan melayani seluruh golongan msyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai program promosi perlu dilakukan dengan tetap mengacu kepada positioning iB sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (bank dan nasabah), dan mendukung branding iB sebagai lebih dari sekedar bank.

KESIMPULAN
1.      Produk Penyaluran dana.
2.      Produk Penghimpunan dana.
3.      Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
Kaitannya antara produk Perbankan Syari’ah dalam kehidupan adalah memberikan pelayanan kepada golongan masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro melalui  kegiatan penyaluran pembiayaan, investasi, dan simpanan. Dalam menyalurkan pembiayaan, secara garis besar setiap lembaga keuangan dapat melakukannya melalui dua jenis pelayanan yaitu : 
          1          Pembiayaan untuk Kepentingan Sosial.          
Pembiayaan untuk kepentingan sosial ini dapat disalurkan melalui fasilitas Pinjaman Kebajikan (Qordhul Hasan) yang merupakan pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, karena dari penyaluran pinjaman ini secara ekonomis lembaga keuangan tidak mendapatkan keuntungan. Pinjaman Qordhul Hasan ini diarahkan sebagai stimulus bagi pemberdayaan golongan ekonomi lemah dan masyarakat miskin. Bentuknya antara lain berupa modal awal bagi mereka yang akan memulai usaha. Melalui penyaluran pinjaman Qordhul Hasan terebut diharapkan penerima pinjaman dapat memberdayakan dirinya melalui berbagai usaha produktif. Setelah mandiri, diarahkan dapat mengembangkan usahanya dengan memperoleh dukungan modal yang lebih besar dari jumlah pembiayaan komersial yang lebih berorientasi bisnis.  
          2          Pembiayaan Komersial.
Dalam menyalurkan pembiayaan komersial yang lebih berorientasi bisnis, lembaga keuangan  diharapkan mengeluarkan produk pelayanan berupa :
a.       Pembiayaan untuk berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil. Jenis pembiayaan ini terdiri dari :         
·         Pembiayaan Mudlarabah, atau penyediaan modal kerja.    
·         Pembiayaan Musyarakah atau penyertaan modal kerja.




b.      Pembiayaan untuk berbagai kegiatan perdagangan.         
Jenis pembiayaan ini ditujukan dalam rangka penyediaan kebutuhan barang modal dan berbagai alat produksi melalui sistem pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan jenis ini disalurkan melalui fasilitas Pembiayaan Murabahah.
c.       Pembiayaan pengadaan alat-alat produksi untuk disewakan atau disewabelikan.Jenis pembiayaan ini dikembangkan melalui produk Pembiayaan Ijarah atau penyediaan kebutuhan alat produksi dan sarana kerja yang dibayar melalui sistem pembayaran yang dapat diangsur dengan sistem sewa beli.
Sebagai lembaga mediator yang bertumpu pada kepercayaan masyarakat setiap  pengelola lembaga keuangan dalam menyalurkan pembiayaan dituntut untuk selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian (Prudensial) demi menjaga amanah dari pemilik dana yang menitipkan modal pada lembaga keuangan. Implementasi dari prinsip kehati-hatian (Prudensial) dalam penyaluran pembiayaan antara lain diwujudkan melalui analisa atau penilaian tentang kelayakan calon nasabah untuk menerima pembiayaan.
Agar pembiayaan yang disalurkan lebih tepat sasaran, maka setiap lembaga keuangan harus mengetahui penggunaan pembiayaan yang akan diterima oleh nasabah. Karakteristik sistem Perbankan Syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil telah memberikan alternatif sistem Perbankan Syari’ah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, serta saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank yang dapat menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan melalui skema keuangan yang lebih bervariatif pada masyarakat.




Dalam beberapa seminar, sering mengatakan bahwa pada prinsipnya investasi bisa dibagi menjadi dua yaitu investasi pada usaha dan investasi pada produk-produk keuangan. Pada saat ini lembaga keuangan bank lebih menggunakan sistem bagi hasil diterapkan pada investasi usaha. Secara garis besar sistem bagi hasil tidak hanya ada pada investasi usaha. Berikut poin-poin yang harus dipahami agar para investor tidak tertipu dalam menjankan bisnis investasi :
1.      Menjanjikan tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi.
2.      Tetap menjanjikan keuntungan walau usahanya merugi.
3.      Jaminan modal kembali.
4.      Perbandingan prediksi dengan harga pasar.
5.      Pembukuan yang transparan.
6.      Keterbatasan penyerapan modal.

SARAN
Untuk meningkatkan daya saing di era globalisasi setidaknya ada 4 strategi yang harus ditempuh oleh Bank Indonesia dalam mengoptimalkan Perbankan Syari’ah diantaranya :
1.      Membentuk SDI Berkualitas. Hal ini merupakan peluang yang sangat prospektif, sekaligus merupakan tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia pendidikan untuk menyiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang berkualitas yang ahli di bidang Ekonomi Syari’ah. Tingginya kebutuhan SDI Bank Syari’ah ini menunjukkan bahwa sistem Ekonomi Syari’ah semakin dibutuhkan oleh masyarakat karena Sumber Daya Insani menjadi aset terpenting dalam dunia industri manapun termasuk Perbankan Syari’ah.
2.      Ekspansi Segmen Pasar Bank Syari’ah. Disadari atau tidak, segmentasi pasar Perbankan Syari’ah di Indonesia masih terfokus kepada masyarakat muslim. Hal yang paling penting adalah bahwa Perbankan Syari’ah tidak  hanya diperuntukkan bagi masyarakat muslim saja, tetapi non-muslim pun bisa menikmatinya.
Apabila masyarakat non-muslim ingin menikmati layanan Perbankan Syari’ah, maka perlu diatur secara jelas teknis transaksinya (ijab-qabul) yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh pribadi konsumen.
3.      Akselerasi Produk Perbankan Syari’ah. Keberagaman produk dan jasa sebagai ciri khas bank syari’ah. Bank Syari’ah perlu terus melakukan inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema keuangan yang variatif dan sekaligus bisa menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional.
4.      Penggunaan sistem IT modern. Dukungan sistem IT yang modern sangat mendukung peningkatan daya saing Bank Syari’ah secara nasional. Kebanyakan nasabah memilih bank karena adanya kemudahan bertransaksi, misalkan adanya ATM yang tersebar di seluruh Indonesia.
5.      Memaksimalkan sosialisasi Perbankan Syari’ah terhadap masyarakat melalui  masyarakat yang memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai Perbankan Syari’ah dan ekonomi Indonesia, dengan adanya masyarakat yang paham terhadap Perbankan Syari’ah diharapkan tidak diragukan atas kinerja Perbankan Syari’ah. Dengan adanya ketidak raguan masyarakat diharapkan, market share bank syari’ah akan semakin meningkat.
6.      Pengetahuan akan stabilitas sistem keuangan dan sistem pengawasan harus ditanamkan dari tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi guna meningkatkan pengetahuan dan menciptakan regenerasi yang berjiwa membangun bangsa dan profesional.
7.      Pemerintah harus lebih sering meneliti, bersosialisasi dengan masyarakat, dan menela'ah secara berhati-hati (Carefully) guna mempertahan kepercayaan masyarakat terhadap setiap lembaga keuangan bank, baik bank milik pemerintah maupun milik swasta.




8.      Pihak pemerintah harus sering  melakukan kajian sistem keuangan, sistem perbankan, dan sistem pengawasan yang lebih mendalam dan intensif seperti tentang sektor-sektor usaha yang feasible dan layak untuk dibiayai dengan kendali risiko yang akurat melalui implementasi risk management sistem yang up to dated.
9.      Tiga hal yang menjadi tujuan utama arah kebijakan BI. terutama dari sisi kebijakan moneter. Implementasi  inflation, targeting, &  framework harus di pertajam agar keyakinan pasar dan stabilitas sistem keuangan dapat tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Iqbal Achmad. “Pemerintah Harus Perhatikan Konsep Ekonomi Islam24-11-2008 http://www.ekonomisyariah.net
Agustianto, “Ekonomi Syariah Sebagai Solusi”, http://www.pesantrenvirtual.com
UU RI Nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah
Sudarminto,  Evaluasi Waktu Pelayanan Teler dalam Rangka Meningkatkan Mutu Layanan” ITB, Bandung, 2006
Supranto, “Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan”, Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Mulyadin, Dedy, “Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada PT. BNI” ’46 Cabang X. UG Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1 No.1, Jakarta, 2007.

CATATAN KAKI :
1.     Faculty Syari’ah end Islamic Economic, institute religion Islam Country " Sultan Maulana Hasanuddin " Banten, Serang City, Banten Province, Indonesia. harryspratamateguh@yahoo.co.id
2.     a b UIKA Bogor. Swipa.
3.     a b Jurnal Ekonomi Rakyat. Swipa
4.     Waspada Online. Swipa.
5.     Iqbal Achmad. Pemerintah Harus Perhatikan Konsep Ekonomi Islam 24-11-2008 Website http://www.ekonomisyariah.net
6.     Ibid
7.     Agustianto, “Ekonomi Syariah Sebagai Solusi”, http://www.pesantrenvirtual.com
8.     M. Umar Chapra, “The Future of Economics; an Islamic Perspective”, Edisi terjemah, Jakarta: SEBI, 2001, hal. 45.
9.     Aturan perundang-undangan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah.
10.  Perkembangan bisnis perbankan Indonesia begitu pesat, hal ini ditanda dengan jumlah Bank yang semakin banyak dan produk yang semakin variatif. Disamping itu terjadinya perubahan pola pikir konsumen yang ditandai dengan semakin banyaknya faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih Bank antara lain : akses mudah, rasa aman, produk yang bersaing, pelayanan yang memuaskan. Lihat tulisan Sudarminto,  2006, “Evaluasi Waktu Pelayanan Teler dalam Rangka Meningkatkan Mutu Layanan” Institut Teknologi Bandung, Bandung.
11.  Widodo, 2001 hal. 277.
12.  Ibid,- Widodo, 2001, hal. 277.
13.  Supranto, 2001, Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan, Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta.
14.  Mulyadin, Dedy, 2007, Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada PT. BNI ’46 Cabang X. UG Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1 No.1, Jakarta.
15.  Indriwinangsih, Lira & Sudaryanto, 2007, Pengukuran Kualitas Pelayanan Kartu Pra Bayar Pro XL di Wilayah Depok. UG Jurnal Manajemen dan Pemasaran, Vol. 1 No. 7, Jakarta.
16.  Lihat tulisan yang terdapat pada situs http://ekiszone.co.cc/category/perbankan-islam
17.  RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia di Gedung DPR Jakarta pada tanggal 9 April 2008.
18.  M. Umer Chapra (1 Februari 1933, Bombay India) adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik. Beliau sangat berperan dalam perkembangan ekonomi Islam. Ide-ide cemerlangnya banyak tertuang dalam karangan-karangannya. Kemudian karena pengabdiannya ini beliau mendapatkan penghargaan dari Islamic Development Bank dan meraih penghargaan King Faisal International Award yang diperoleh pada tahun 1989.
19.  Landasan filsafat pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata” yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat, sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
20.  Kepentingan tersebut adalah suatu tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Akan tetapi pada fakta sepanjang sejarah, dimana kepentingan manusia itu selalu diancam, dan diganggu oleh bahaya yang ada disekitar tempat keberadaan setiap manusia.

























Tidak ada komentar: