Senin, 10 September 2012


PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT
MELALUI PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR
UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN

[1]Harrys Pratama Teguh

ABSTRACT

In everyday life, Water is the main source of economic development of mankind, such as in agriculture to realize the ever increasing needs of the community coupled with skyrocketing prices of products based on crop yields without the factors causing high prices of products. While in the long term the government party must lead the people to prosperity, spiritual and physical well-being, and must face the long-term problems such as application of the legal aspects of Islamic economics in preserving the potential utilization of water resources. This paper aims first, to know the main grip of mankind to preserve water resources to the optimum. Second, know the legal basis which confirms the utilization of water resources devoted to the maximum for the prosperity of the people. and third, providing steps and solutions to avoid a water crisis that will most likely occur in the future.
At the writing of scientific papers that we use is the correlative study, which is a correlative research is research that links the existing data. In accordance with the understanding that we connect the data that we can from each other. In addition we are also linking the existing data with the theoretical basis that we use. So expect our research can be a proper research and appropriate.
With the article titled "Economic Development Through People of Preservation Water Resources To Achieve Prosperity" expected Based on this has given rise to concerns for developing a new approach to the economy in such a limited circle of concern to develop an academic discipline is generally called the Islamic economic order. Islamic economic order based on the strong foundation of Tawheed (Oneness of God), the caliphate (representatives), and 'is the (justice). The third premise is a unity of inter-related. The above matters if it is associated with natural resources including water resources conservation created should be used to achieve welfare for all Muslims who love the world environment. Following the government's role in the new economic order that needs to be understood, at least include four things :
1.        Maximalitation level of utilization of water resources.
2.        Minimalitation distributive inequalities.
3.        Maximalitation job creation.
4.        Maximalitation supervision.

Keywords: Islamic Economic Order, Welfare, Water Resources Utilization, and Environmental Protection.


PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari air merupakan sumber utama pembangunan ekonomi umat manusia seperti pertanian untuk mewujudkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat yang disertai dengan melonjaknya harga produk hasil panen tanpa didasari faktor penyebab mahalnya harga produk.[2] Sementara dalam jangka panjang pihak pemerintah harus mengantarkan masyarakat kepada kemakmuran, kesejahteraan lahir dan bathin, serta harus menghadapi masalah jangka panjang seperti penerapan aspek hukum ekonomi Islam dalam melestarikan pendayagunaan potensi sumber daya air. Sementara dalam jangka pendek pemerintah dituntut untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif terhadap seluruh pihak.
Persoalan ekonomi sebenarnya mengalami perkembangan yang cukup strategis, demikian juga upaya untuk memecahkan berbagai persoalan ekonomi seperti Pelestarian Sumber Daya Air yang menjadi moment utama selama perjuangan manusia di sepanjang kehidupan baik yang terekam oleh sejarah maupun tidak. Apabila persoalan ekonomi dikaitkan dengan pelestarian sumber daya air yang dihadapi umat manusia, maka terlihat suatu asumsi seperti munculnya suatu pandangan yang menempatkan aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang dominan. Dampak yang ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian membawa malapetaka dan bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, disparatis pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam masyarakat dan antarnegara di dunia, lunturnya sikap kebersamaan dan persaudaraan, timbulnya berbagai penyakit sosial (social disease) disertai dengan muncul suatu revolusi sosial yang anarkis dan sebagainya.
Pemanfaatan sumber daya air sejalan dengan perkembangan peradaban manusia yang telah dicatat dalam prasasti Tugu pada masa kerajaan Tarumanegara pada abad ke 6 sebagaimana yang telah dilaksanakan penggalian saluran untuk mengalirkan air ke kotaraja dan upaya pengendalian banjir. Mengingat fakta dilapangan masih banyak masyarakat yang tidak memahami makna dari pelestarian dan pendayagunaan sumber daya air secara hemat dan praktis. Melihat pemakaian air yang tidak perlu dan berlebihan secara terus menerus dari tahun ke tahun, diperkirakan pada tahun 2019 negara akan mengalami krisis air yang hebat atas faktor meningkatnya populasi dan eksploitasi air tanah yang berlebih. Oleh karena itu, hal tersebut dinilai perlu dipelajari dengan penuh cermat dan keseriusan untuk diselesaikan dengan baik dan tepat minimal mengurangi angka pemakaian air diluar batas normal dengan judul tulisan ”Pembangunan Ekonomi Umat Melalui Pelestarian Sumber Daya Air Untuk Mewujudkan Kesejahteraan” melalui tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi setiap umat manusia agar potensi sumber daya air dapat dimanfaatkan dengan optimal dan memuaskan dimuka perekonomian nasional.

IDENTIFIKASI MASALAH
1.      Apa yang menjadi pegangan utama umat manusia untuk melestarikan sumber daya air dengan optimal ?
2.      Apa landasan hukum yang menegaskan pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan dengan sebesar-besarnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat ?
3.      Bagaimana langkah dan solusi untuk menghindari krisis air yang kemungkinan besar akan terjadi pada waktu yang akan datang ?

TUJUAN PENULISAN
1.      Mengetahui pegangan utama umat manusia untuk melestarikan sumber daya air dengan optimal.
2.      Mengetahui landasan hukum yang menegaskan pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan dengan sebesar-besarnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
3.      Memberikan langkah dan solusi untuk menghindari krisis air yang kemungkinan besar akan terjadi pada waktu yang akan datang.

METODE PENULISAN        

PEMBAHASAN
Sebelum penulis membahas mengenai aspek hukum Ekonomi Islam terhadap sumber daya air, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai Resistensi terhadap globalisasi dan sistem ekonomi kapitalis sebagai motor penggerak utama globalisasi yang sering disuarakan dari jantung kapitalisme itu sendiri. Berbagai peristiwa dekade terakhir, terutama krisis ekonomi tahun 1997 di Asia menimbulkan kesadaran bahwa tatanan ekonomi dunia saat ini mencerminkan ketidak adilan struktur ekonomi pada negara berkembang. Beberapa alternatif telah dimajukan, seperti green economy. Belakangan banyak kalangan, termasuk ahli ekonomi Barat mulai melirik sistem ekonomi yang ditawarkan oleh Islam sebagai pilar tatanan ekonomi baru dunia. Tatanan ekonomi baru tersebut harus mencerminkan keadilan, pandangan yang sejajar terhadap manusia dan moralitas. Tatanan ekonomi yang ditawarkan Islam dilandasi dengan fondasi yang kuat, yaitu tauhid (keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan), dan ‘adalah (keadilan). Ketiga landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Tauhid merupakan muara dari semua pandangan dunia Islam. Tauhid mengandung arti alam semesta didesain dan diciptakan secara sadar oleh Tuhan Yang Mahakuasa dan tidak terjadi secara kebetulan atau aksiden. Hal tersebut sebagaimana telah ditegaskan Q.S. al-Baqarah Ayat 30 yang  :
Artinya : 
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Q.S. al-Baqarah Ayat 30).

Hal tersebut diatas jika dikaitkan dengan sumber daya alam termasuk didalamnya pelestarian sumber daya air yang diciptakan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat Islam yang mencintai dunia lingkungan hidup. Pada sisi ini, jelas bertentangan dengan konsep self interest kapitalisme. Implikasi dari pandangan tersebut bahwa persaudaraan universal yang kemudian menimbulkan persamaan sosial dan menjadikan sumber daya alam sebagai amanah untuk dilestarikan dan dimanfaatkan dengan maksimal dalam menjalankan kehidupan. Pandangan ini tidak akan terlaksana secara substansial tanpa dibarengi dengan keadilan sosial ekonomi. Penegakan keadilan dan penghapusan semua bentuk ketidakadilan sebagaimana telah ditekankan dalam al-Qur’an sebagai misi utama Rasul Allah yang terdapat pada Al-Qur’an  Q.S. A-Hadiid, Ayat 25 yang :
Artinya :
Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. A-Hadiid, Ayat 25).

Dari landasan beberapa ayat Al-Qur’an diatas dapat dilihat bahwa ada keseimbangan dari faktor ekonomi termasuk didalamnya pemisahan yang radikal antara sektor moneter dengan sektor riil menjadi ketidak adilan dan ketidak merataan. Peranan pemerintah dalam tatanan ekonomi baru tersebut, paling tidak mencakup empat hal :
1.      Maksimalisasi tingkat pemanfaatan sumber daya Alam. Pemanfaatan sumber daya Alam tersebut harus memperhatikan prinsip kesejajaran dan keseimbangan (equilibrium). Dalam ekonomi Islam konsep al-‘adl dan al-ihsan menunjukkan suatu keadaan keseimbangan dan kesejajaran sosial :
Artinya : 
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. an-Nahl, Ayat  90).

Hal ini penting, karena apabila terjadi pemanfaatan yang tidak seimbang atau pemborosan yang terjadi atas kerusakan alam yang pada gilirannya adalah ketidak seimbangan sunnatullah (hukum alam). Kerugiannya juga pada manusia dalam jangka panjang.
2.      Minimalisasi kesenjangan distributif. Kegiatan tersebut mempunyai tujuan yang berkaitan dengan prinsip dasar ekonomi Islam yaitu keadilan distributif. Keadilan distributif didefinisikan sebagai suatu distribusi pendapatan dan kekayaan yang tinggi, sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima secara universal.
3.      Maksimalisasi penciptaan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana untuk mencapai keadilan distributif, sebagian karena mampu menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak daripada yang mungkin bisa diciptakan dalam keadaan ekonomi statis seperti penciptaan lapangan kerja yang harus diimbangi dengan pemberian tingkat upah yang adil berdasarkan hasil perkembangan usaha produktif yang dipegang oleh setiap pengusaha. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban untuk memastikan kesempatan kerja yang luas melalui berbagai kegiatan ekonomi yang aktif pada sektor yang mampu menyerap semua lapisan.
4.      Maksimalisasi pengawasan. Salah satu bagian integral dari kesatuan sistem ekonomi Islam adalah lembaga Hisbah. Peranannya, sebagaimana dirumuskan Ibn Taimiyah,[3] Lembaga Hisbah adalah lembaga pengawasan terhadap penyimpangan dari kegiatan ekonomi. Dalam pemerintahan yang modern saat ini, lembaga tersebut dapat diaplikasikan dengan modefikasi tertentu yang mempunyai tugas dan wewenang yang sama. Pengawasan dalam ekonomi Islam adalah penting, karena suatu sistem ekonomi yang adil tidak akan berjalan apabila terjadi kecurangan yang disebabkan oleh perilaku menyimpang pelaku ekonomi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi Islam dapat dijadikan alternatif sebagai sistem perekonomian umat Islam yang mampu membawa masyarakat untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran sebagaimana yang diharapkan oleh Agama Islam, karena dibangun tiga landasan utama yang mencerminkan dan menjamin keadilan berjalan. Demikian juga dalam melestarikan sumber daya air, Air sebagai sumber daya alam berupa persediaan dan sekaligus sebagai aliran dan pengisian kembali oleh air hujan.
Ekonomi sumber daya air adalah suatu studi tentang proses bagaimana manusia mengambil keputusan, sehingga sumber daya air yang langka dapat dimanfaatkan secara optimal.[4] Persediaan dan biaya-biaya untuk mengeksploitasi sumber daya air akan mempengaruhi ekonomi makro suatu negara. Keseimbangan perdagangan misalnya, ikut dipengaruhi oleh sumber daya air terutama untuk ekspor hasil pertanian. Pengembangan sumberdaya air meliputi pengawasan aliran air, sehingga pola pemasokan air memenuhi pola permintaan di seluruh ruang dan waktu.
Sebagaimana diketahui penanganan sumberdaya air biasanya dilakukan oleh manajemen pemerintah yang membidanginya  dengan meliputi beberapa tujuan nasional yakni efsiensi ekonomi, pengawasan kualitas lingkungan, distribusi pendapatan antar daerah, dan menyelamatkan sekelompok masyarakat tertentu yang bermukim di suatu daerah.
Pemanfaatan sumber daya air umumnya ditujukan untuk memasok keperluan kota, irigasi, pembangkit tenaga listrik pengawasan banjir, rekreasi, pengawasan pencemaran, pelayaran, perikanan, dan untuk konservasi binatang di hutan. Mengingat pentingnya pemanfaatan sumberdaya air ini secara optimal, maka pertimbangan untuk penggunaan ganda harus batasi, meskipun dengan proyek kecil. Sumber daya air saat ini menjadi problematika besar bagi Negara berkembang termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedudukan sebagai Negara terluas (peringkat 15) dunia termasuk didalamnya kaya akan sumber daya alam dengan kapasitas 325.350 jenis flora dan fauna.[5] Pada tulisan ini, penulis akan mencoba menguraikan beberapa problematika yang terjadi pada pola pemanfaatan potensi sumber daya air, diantaranya :
A.     Adanya Gejala Krisis Air   
Masalah yang muncul banyak terletak pada bagaimana manajemen sumberdaya air harus dioptimalkan dengan terbatasnya segala sumber daya yang ada.  Erat kaitannya dengan masalah tersebut yang sering muncul adalah problematika distribusi kuantitas, kualitas, dan modus pemakaian yang sangat bervariasi. Dengan demikian sering terjadi di suatu lokasi terdapat kelebihan air, sedangkan di tempat lain menderita kekurangan air. Berikut rumusan strategi pengembangan sektor air bersih dispesifikkan ke dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing aspek secara proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social benefit).
Rumusan pada dasarnya mendeskripsikan strategi pengelolaan sumberdaya air dari Le Moigne et al. (1994), yang terdiri dua kegiatan penting yakni analisis sumberdaya air, yaitu mengkaji aspek fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya air, dan pendefinisian strategi, yaitu proses penetapan bentuk-bentuk pengelolaan sumberdaya air.
B.     Degradasi Sumber Daya Air
Berbagai keluhan yang disertai protes masyarakat terkait adanya pencemaran air yang semakin bermuculan sebagai akibat dari adanya limbah industri termasuk limbah dari industri pariwisata seperti hotel dan restoran. Kecenderungan menurunnya kualitas air seiring dengan meningkatnya perkembangan industri yang mengeluarkan limbah, pertumbuhan perumahan secara eksponensial dan pertambahan penggunaan bahan organik sintetis. Di Bali misalnya pemerhati lingkungan telah mendesak pihak hotel untuk melakukan program penanggulangan limbah karena akumulasi limbah hotel dan rumah tangga di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar diyakini sudah tergolong memprihatinkan yaitu mencapai 24%, sedangkan pencemaran air sungai di seluruh Bali secara umum mencapai 7%.[6]
Intruksi air laut telah terjadi atas faktor eksploitasi yang berlebihan terhadap air tanah. Pembabatan hutan dengan semena-mena tanpa kendali akan mengakibatkan berkurangnya kuantitas air yang tidak jarang menimbulkan banjir terutama pada musim penghujan. Air tanah dan air permukaan mulai terkontaminasi dari berbagai zat kimia yang mengandung racun dari limbah industry tersebut, baik limbahan dari saluran irigasi yang mengandung pestisida maupun limbah domestik. Degradasi sumberdaya air sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Air irigasi yang tercemar akan berakibat buruk terhadap hasil panen, sehingga secara keseluruhan tanaman padi persawahan akan menimbulkan pencemaran sumberdaya air yang mengancam kesejahteraan masyarakat.

C.    Persaingan Semakin Tajam antar Pengguna Air
Persaingan yang menjurus konflik kepentingan dalam pemanfaatan air antara berbagai sektor seperti sektor pertanian dan non-petanian akan lebih cenderung meningkat pada masa mendatang. Hal ini dapat dipahami karena air yang sebelumnya dimanfaatkan lebih banyak untuk pertanian, perlu dicatat pada masa mendatang sumber daya air harus dialokasikan terhadap sektor non-prtanian. Sebenarnya konflik akibat persaingan dalam pemanfaatan air sudah sering terjadi pada kalangan petani padi, terutama pada wilayah yang sedang mengalami kelangkaan air. Konflik antar petani dalam pemanfaatan air irigasi biasanya terjadi antara kelompok petani hulu dan kelompok petani hilir, namun pada umumnya tidak berkepanjangan dan tidak sampai menimbulkan bentrokan fisik. Akibat persaingan yang semakin tajam dalam pemanfaatan air maka di masa yang akan datang konflik akan terus bermunculan tidak hanya antar petani tetapi antara kelompok petani melawan kelompok bukan petani yang ikut terhambat akan kebutuhan air. [7]
Hasil penelitian JICA seperti dikutip oleh Kurnia,[8] menunjukkan bahwa mulai tahun 1991 sampai tahun 2020 diperkirakan konversi lahan beririgasi di seluruh Indonesia akan mencapai 807.500 ha (untuk Jawa sekitar 680.000 ha; Bali 30.000 ha; Sumatera 62.500 ha dan Sulawesi 35.000 ha). Khusus untuk Bali, dalam beberapa tahun belakangan ini areal persawahan yang telah beralih fungsi diperkirakan mencapai 1.000 ha per tahun. Penciutan lahan sawah ini sungguh pesat, lebih-lebih wilayah sekitar kota yang dipicu oleh harga tanah semakin meroket, sehingga pemilik sawah tergoda untuk menjual sawahnya.

D.    Menyusutnya Lahan Pertanian Beririgasi Akibat Alih Fungsi
Alih fungsi lahan pertanian untuk tujuan non-pertanian merupakan proses yang tidak terhindarkan. Hal ini disebabkan karena adanya ledakan jumlah penduduk yang menunutut pertambahan pemukiman, transportasi, pembangunan industri dan berbagai prasarana fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia modern yang semuanya itu niscaya membutuhkan tanah. Misalnya selama kurun waktu 1984-1990 di Jawa Barat telah terjadi alih fungsi lahan sawah untuk non-pertanian seluas 27.768 ha atau rata-rata 5.554 ha per tahun. Selanjutnya di Jawa dan Bali, selama periode 1981-1986 luas lahan sawah yang telah beralih fungsi mencapai 224.184 ha dengan rata-rata 37.364 ha / tahun. Dari sawah seluas 224.184 ha itu 55,77% masih dipergunakan sebagai lahan pertanian sedangkan sisanya sebanyak 44,23 % dialih fungsikan ke non-pertanian.
E.     Kurang Jelasnya Ketentuan Hak Penguasaan Air
Pemerintah sebagaimana yang penulis cermati dari beberapa media informasi telah menetapkan susunan prioritas penggunaan air dengan urutan sebagai berikut :
1)      Air minum, rumah tangga, pertahanan, keamanan, peribadatan, dan berbagai usaha perkotaan.
2)      Pertanian dalam arti luas yaitu termasuk peternakan, perkebunan dan Perikanan.
3)      Ketenagaan, industri, pertambangan, lalu lintas dan rekreasi.
Akan tetapi pada kenyataannya urutan prioritas yang kedua yakni pertanian sering dikalahkan oleh urutan prioritas ketiga seperti misalnya untuk kebutuhan pembangunan industri. Dalam hal seperti ini, keberlanjutan pertanian hilir akan membawa akibat pemberian izin oleh pemerintah atas pengambilan air di hulu sungai untuk keperluan industri yang tidak jarang menimbulkan pencemaran sungai. Perangkat peraturan dan perundang-undangan yang berlaku saat ini dinilai belum tegas dan eksplisit dalam memberikan jaminan kepastian hukum dalam memperoleh hak guna air kepada petani yang sudah berlangsung secara turun temurun.
Para petani yang sudah berabad-abad memanfaatkan air sungai untuk keperluan irigasi dalam posisi yang lemah. Jika ada pendatang baru seperti misalnya PDAM atau bahkan pengusaha air minum kemasan yang mengambil air di hulu sungai, maka terpaksa harus mengalah dengan resiko tersebut yaitu pertanian akan mengalami gagal panen dan tidak bisa melanjutkan usaha tani atas faktor kekurangan air.
F.      Bahan Baku Produksi Air Bersih
Bahan baku produksi air minum berasal dari air tanah termasuk air sumber dan air permukaan (sungai, dan danau). Menurut perspektif historis antara tahun 1978-1984 penggunaan air tanah sekitar 52 % sebagai bahan baku air PAM. Angka ini jauh di atas pemakaian sungai yang hanya 23 % digunakan sebagai sumber bahan baku. Sementara itu penduduk yang menggunakan sumur air tanah menghadapi beberapa aspek negatif seperti mudah tercemar dan pemilikan tanah yang sempit menyebabkan jarak ideal antara sumur dan sumur peresap minimal 15 m sulit dipenuhi.
Mengingat kecenderungan penggunaan air sungai sebagai bahan baku air tampak mengalami peningkatan, oleh karena itu pemerintah harus mengambil langkah pengamanan terhadap sungai sebagai sumber air PAM agar tidak tercemar. Dalam jangka pendek pencemaran akan membawa dampak negatif terhadap biaya produksi air bersih, dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penduduk akibat terkontaminasi dengan air yang tercemar.
Masalah pencemaran lingkungan yang berakibat kualitas SDA menurun karena pembangunan yang selama ini dilakukan secara konvesional, dengan cara memacu pertumbuhan dan aktivitas ekonomi sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan eksploitasi sumber daya alam (SDA). Peningkatan eksploitasi SDA akan mengakibatkan kerusakan alam, tanah, air, udara dan keanekaragaman hayati baik secara langsung maupun bertahap.
Dari masalah inilah kemudian orang sadar betapa perlunya pemikiran untuk mempertimbangkan kelestarian SDA dan lingkungan agar pembangunan ini berkelanjutan. Konsep ini dikenal dengan “pembangunan berkelanjutan[9] yang menyatakan bahwa pembangunan ini harus memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Cukup banyak bukti menunjukkan adanya pencemaran sungai disetiap kota besar tanah air sehingga perlu ditanggulangi segera seperti kasus sungai Ciliwung di Jakarta, sungai Garang di Semarang, sungai Brantas di Surabaya dan beberapa sungai tertentu di luar Jawa.
Untuk itu sangatlah logis penelitian mengenai langkah tersebut, pertumbuhan industri yang semakin meningkat dan peningkatan intensifikasi pertanian dengan pemakaian lebih banyak pestisida yang diikuti dengan berkembangnya penduduk kota yang memberi pengaruh buruk kepada tingkat pencemaran air. Saat ini diperlukan pembangunan yang tepat dalam pengelolaan air sebagai sumber mineral sehingga air yang dieksploitasi besar-besaran tanpa memperhatikan konsep pelestariannya.
Berikut beberapa catatan yang kiranya perlu penulis uraikan agar permasalahan sumber daya air termasuk kemungkinan besar akan terjadinya krisis air dapat dihindarkan. Pelestarian dan perlindungan sumberdaya air untuk menjamin keberlanjutan tata air dan pada akhirnya juga keberlanjutan pertanian yang secara kuantitatif perlu ditingkatkan. Berikut beberapa langkah yang penulis uraikan : [10]
1)      Pelaksanaan analisa dampak lingkungan bagi proyek-proyek pembangunan atau investasi. Proyek yang secara potensial dapat mengganggu kelestarian sumberdaya air agar secara tegas dilarang atau dihentikan.
2)      Penerapan aturan siapa yang melakukan pencemaran dialah yang harus menanggung beban biaya penanggulangan pencemaran tersebut (polluters pay principle) dan kepada pelakunya juga harus dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku.
3)      Pengendalian pencemaran atas mutu sumberdaya air dengan cara antara lain:
a.       Pengolahan air tercemar pada sungai dan danau.
b.      Pengolahan air limbah pada sumber-sumber tercemar seperti pabrik dan pemukiman. Dan
c.       Pengembangan teknologi pengendalian pencemaran.
4)      Penerapan teknologi irigasi air limbah.[11] Teknologi ini telah berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Israel dan bahkan India.
5)      Rehabilitasi kerusakan daerah hulu sungai (daerah tangkapan). Kerusakan daerah hulu sangat fatal karena dapat mengakibatkan banjir. Adanya erosi karena penggundulan hutan di daerah hulu berakibat pengendapan lumpur pada waduk dan bangunan irigasi. Rehabilitasi kerusakan daerah tangkapan dapat dilakukan antara lain melalui penghijauan dan reboisasi.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan dalam pengembangan dan manajemen sumberdaya air meliputi beberapa tujuan nasional seperti efisiensi ekonomi, pengendalian kualitas lingkungan, distribusi pendapatan antar daerah, serta untuk memenuhi tujuan-tujuan khusus lainnya termasuk menyelamatkan sekelompok masyarakat tertentu yang bermukim di suatu daerah. Selama duapuluh tahun terakhir ini, Indonesia telah mengalami penurunan aliran mantap air sebanyak 26,4 %, suatu penurunan yang cukup drastis. Dilain pihak, dalam kurun waktu yang sama kebutuhan akan air bersih naik sekitar 50 %. Oleh karena itu pengendalian air permukaan menjadi semakin penting. Dengan desakan dan pinjaman (loans) dari lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, proses reformasi sektor SDA dimulai sejak tahun 1999.   
Undang-undang no. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025[12] menegaskan rencana pembangunan nasional dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai sektor pembangunan sebagai upaya menyabarkan dan mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025 adalah ”INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU DAN MAKMUR” Adapun misi RPJ P 2005-2025 adalah :
1.      Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafat Pancasila.
2.      Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
3.      Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4.      Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu.
5.      Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6.      Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7.      Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
8.      Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan internasional.
Dari misi tersebut yang terkait lansung dengan sektor lingkungan hidup adalah misi ke 6 yaitu mewujudkan Indonesia asri dan lestari. Dalam mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP 2005-2025 adalah sebagai berikut :
A.       Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup
1.      Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan pelestarian fungsi LH yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.
2.      Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan SDA untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.
3.      Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan.
B.       Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup
1.      Mendayagunakan SDA yang terbarukan, SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.
2.      Mengelola SDA yang tidak terbarukan, Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan diperlakukanan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.
3.      Menjaga keamanan ketersediaan energi, Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-2 energi dan tingkat kebutuhan masyarakat.
4.      Menjaga dan melestarikan sumber daya air, Pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.
5.      Mengembangkan sumber daya kelautan, Pembangunan ke depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat luas.Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor, integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga kelestariannya.
6.      Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan SDA tropis yang unik dan Khas, Deversifikasi produk dan inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.
7.      Memperhatikan dan mengelola keragaman jenis SDA yang ada di setiap wilayah, Pengelolaan SDA untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
8.      Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia, Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini, sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam kepada masyarakat.
9.      Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan, Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan.
10.  Meningkatkan kapasitas pengelolaan SDA dan LH, Peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas, penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari.
11.  Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan.
C.       Beberapa kelemahan strategis dalam pencegahan kerusakan lingkungan
Beberapa kelemahan yang sifatnya mendasar selama ini dalam mengelola lingkungan hidup dan memerlukan tekad kuat untuk diperbaiki menurut kami adalah :
1.      Energi nasional dalam kurun 10 tahun terakhir tercurah habis untuk pengembangan proses demokrasi yang kurang sehat, sehingga hal-hal yang strategis dan berdampak luas dan menjangkau llintas generasi kurang mendapat perhatian dan dukungan politis. [13]
2.      Kebijakan dan regulasi tentang pengelolaan hidup yang sudah cukup baik dalam formulasinya ternyata tidak dibarengi dengan implementasi yang baik.[14]  
3.      Penegakan hukum terhadap pelanggaran perusakkan dan pencemaran lingkungan hampir tidak ada sangsinya.
4.      Otonomi daerah yang berorientasi menaikkan PAD menyebabkan exploatasi sumber daya yang membabi buta. Seolah-olah Lingkungan Hidup dan SDA adalah sapi perah yang tidak akan habis susunya.
5.      Anggaran sektor LH yang sangat kecil yakni masih pada posisi 1% dari APBN, sementara kontribusi hasil SDA mencapai sekitar 25-30% APBN, sangatlah tidak seimbang antara kebutuhan dan beban yang dibutuhkan.
6.      Sementara Sumber Daya Manusia (SDM) yang menyadari pentingnya peran Lingkungan Hidup sebagai modal pembangunan dan sekaligus tabungan untuk generasi penerus bangsa, sekalipun itu di tingkat pengambil keputusan baik di Pusat maupun Daerah.
7.      Minimnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan implementasi mengenai Lingkungan Hidup antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
1.2.            Pendekatan penanganan
A.    Pendekatan wilayah sungai dalam keterpaduan tata ruang
Pembangunan secara alamiah akan tumbuh pesat di daerah yang memiliki sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan dukungan prasarana lainnya. Pusat pertumbuhan berada di perkotaan dengan dukungan daerah pertanian di sekitarnya. Perkembangan ekonomi dengan industri dan perdagangan akan memanfaatkan lahan maupun sumberdaya air. Muncul potensi konflik antara pengguna yang selama ini telah memanfaatkan sumberdaya air dan lahan yang umumnya dalam posisi lemah. Untuk itu sangat diperlukan campur tangan pemerintah dengan penekanan perbaikan pengelolaan sumberdaya air yang berdasarkan pada keterpaduan.
B.     Kesepakatan Internasional 1992, Dublin – Rio de Janeiro dan Cisarua
Dari berbagai konperensi internasional muncul beberapa kesepakatan reformasi dalam pengelolaan sumberdaya air terutama dalam menghadapi Abad 21. Pengelolaan sumberdaya air membutuhkan pendekatan yang holistik, berdasarkan partisipatori yang melibatkan pengguna, perencana dan penentu kebijakan mengingat air dalam keadaan tertentu sudah menjadi benda yang memiliki nilai ekonomi.
C.    Pergeseran paradigma
Dengan mengacu pada perubahan lingkungan, ketersediaan sumberdaya, perkembangan teknologi dan sosial kemasyarakatan maka tidak dapat dielakkan lagi adanya pergeseran paradigma. Pembangunan yang semula kurang serius mempertimbangkan lingkungan sudah harus berwawasan lingkungan. Demikian pula penanganan dengan pendekatan parsial atau proyek individu menjadi pendekatan komprehensif. Pengelolaan yang semula berdasarkan supply untuk memenuhi permintaan sudah harus berorientasi pada pengelolaan sumberdaya dengan pendekatan demand management. 
D.    Pendekatan pengelolaan
Beberapa kata kunci dalam pendekatan pengelolaan sumberdaya air ini adalah keterpaduan berdasarkan kerangka analitis yang holistik, upaya pembenahan institusi dan pengaturan dengan koordinasi, serta penerapan sistim insentive dan disinsentif. Untuk itu upaya pemberdayaan institusi dengan dukungan pengaturan dan kemampuan teknis merupakan salah satu jalan untuk mencapai pengelolaan yang handal dan berkelanjutan.
2.            Penyesuaian Kebijaksanaan Sumber Daya Air
Perlu ada penyesuaian atau reorientasi kebijaksanaan di bidang sumberdaya air yang mencakup hal-hal sebagai berikut :
1)      Pengelolaan sumberdaya air yang berorientasi pada sisi persediaan (supply-side management) perlu diorientasikan ke arah pengelolaan sumberdaya air yang memperhitungkan nilai air dalam kaitannya dengan biaya penyediaan dan memperlakukan air sebagai barang ekonomi ( demandside management).
2)      Kebijakan sumberdaya air yang menekankan pada pengembangan pada satu sistem irigasi perlu disesuaikan yakni menuju pengembangan dan pengelolaan air dalam satu daerah aliran sungai (DAS) yang memperhatikan keterkaitan antara berbagai pengguna air sepanjang sungai, keterkaitan antara air permukaan dan air tanah, perlindungan daerah tangkapan (catchment area) serta mengembangkan sistem pengelolaan one river, one management.
3)      Pengelolaan secara tersentralisasi agar dirubah menjadi terdesentralisasi yaitu dengan melibatkan berbagai pengguna khususnya kelembagaan lokal seperti P3A yang ada dalam setiap tahapan kegiatan keirigasian mulai dari perencanaan, pemeliharaan sampai pemanfaatan. Pemerintah telah menyadari akan kelemahan dari pendekatan yang tersentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya air.
Oleh sebab itu, sejak beberapa tahun terakhir ini pemerintah telah memberikan kewenangan yang lebih besar kepada P3A dalam pengelolaan jaringan irigasi. Ini terbukti dari adanya program PIK (Penyerahan Irigasi Kecil) untuk sistem irigasi yang kurang dari 500 ha, sedangkan untuk yang di atas 500 ha petani diwajibkan membayar Iuran Atas Pelayan Irigasi (IPAIR). Sebegitu jauh belum banyak ada laporan evaluasi yang mendalam tentang pelaksanaan program-progaram ini.
4)      Dalam rangka implementasi program PIK dan IPAIR perlu kiranya memotivasi petani agar menjadikan P3A sebagai lembaga irigasi yang mampu berfungsi ganda yakni selain sebagai pengelola sistem irigasi dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan (OP) tetapi juga sebagai pengelola agribisnis.
5)      Dalam pengelolaan irigasi, para petani perlu dimotivasi untuk membentuk wadah koordinasi antar P3A atau Federasi P3A baik dalam lingkungan satu sistem irigasi yang terdiri dari beberapa P3A maupun dalam lingkungan yang lebih luas yaitu daerah aliran sungai (DAS). Hal ini dimaksudkan agar air dapat dialokasikan secara lebih adil berdasarkan kesepakatan semua P3A yang terkait. Selain itu, melalui Federasi P3A ini pengaturan dan ketentuan pola tanam dan jadwal tanam yang mendukung pemanfaatan air secara lebih efisien dan adil dapat dirumuskan bersama.
6)      Tanggung jawab pengelolaan DAS memang seyogyanya ada dalam satu tangan. Sebab, DAS merupakan satu kesatuan topografi, satu kesatuan tata air dan satu kesatuan ekosistem dengan batas-batas geografis yang jelas sehingga wajar jika dikelola dalam satu kesatuan managemen. Dengan demikian, maka perencanaan pemanfaatan air sungai dan pengembangan sumberdaya air dalam DAS dapat disesuaikan antara kebutuhan dan potensi yang tersedia (Mahar, 1999).
Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia selama ini masih mengandung beberapa kelemahan. Antara lain  :
1.         Masih berorientasi pada segi penyediaan (supply-side management).
2.         Lebih menekankan pada pengembangan satu sistem irigasi dan kurang memperhatikan keterkaitan hidrologis antar sistem dalam satu sungai.
3.         Lebih berorientasi pada pengembangan jaringan utama sistem irigasi. dan
4.         Arena pengelolaan air ada pada tingkat sistem irigasi bukan sungai.
Ciri-ciri dari supply-side management seperti dikemukakan oleh Osmet (1996) antara lain air diperlakukan sebagai sumberdaya yang ketersediannya tidak terbatas, peran pemerintah sangat dominan dengan fungsi utama menyediakan air kepada pengguna dengan biaya yang relatif rendah dan bahkan gratis seperti dalam bidang irigasi, lebih menekankan pada pengembangan sarana dan prasarana fisik dengan perhatian utama terpusat pada efisiensi teknis.
Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah sumberdaya air yang dapat dikatakan bahwa sumberdaya air mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam yang mampu mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi yang secara garis besar kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya air yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya air yang berkelanjutan perlu ditingkatkan kualitas dan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong agar perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya air untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang.
Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan publik. Konsep ini mengandung dua unsur :
1.         Kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi.
2.         Keterbatasan, penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas, dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang dapat dianut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang.

PENUTUP
1.            Kesimpulan
Keinginan untuk membangun lembaga ekonomi yang sejalan dengan prinsip Islam seperti lembaga finasial yang bebas bunga, pengumpulan zakat lewat pemerintah, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut telah melahirkan keprihatinan untuk mengembangkan sebuah pendekatan baru bagi ekonomi pada kalangan terbatas seperti keprihatinan untuk mengembangkan suatu disiplin akademis yang secara umum disebut tatanan ekonomi Islam. Tatanan ekonomi Islam dilandasi dengan fondasi yang kuat yaitu tauhid (keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan), dan ‘adalah (keadilan).
Ketiga landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Hal tersebut diatas jika dikaitkan dengan sumber daya alam termasuk didalamnya pelestarian sumber daya air yang diciptakan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh umat Islam yang mencintai dunia lingkungan hidup. Berikut peranan pemerintah dalam tatanan ekonomi baru yang perlu dipahami, paling tidak mencakup empat hal :
1.      Maksimalisasi tingkat pemanfaatan sumber daya.
2.      Minimalisasi kesenjangan distributif.
3.      Maksimalisasi penciptaan lapangan kerja.
4.      Maksimalisasi pengawasan.
2.            Saran
Dari penulisan diatas ada beberapa hal yang perlu diuraikan kembali mengingat krisis air yang kemungkinan besar akan terjadi :
1.      Pemerintah harus mensosialikan akan krisis air terhadap rakyat banyak agar dijadikan pelajaran bagi pengguna air.
2.      Pemerintah harus memberikan support terhadap masyarakat yang sudah berhasil melestarikan sumber daya air dengan tujuan masyarakat dapat meniru orang yang sudah paham terhadap lingkungan.
3.      Pemerintah selaku pembuat kebijakan harus tegas, adil, dan bijaksana dalam menjalankan UU minimal memberikan sanksi terhadap petugas yang tidak berhasil dalam mengelola, melestarikan, dan Mensosoalisasikan SDA terhadap Rakyat.

DAFTAR PUSTAKA
Helmi., “Kearah Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan: Tantangan dan Agenda untuk Penyesuaian Kebijaksanaan dan Birokrasi di Masa Depan”. Dalam VISI Irigasi Indonesia Nomor 13 (7) 1997, Pusat Studi Irigasi Universitas Andalas, Padang, 1997.
Iqbal Achmad. Pemerintah Harus Perhatikan Konsep Ekonomi Islam 24-11-2008 Website http://www.ekonomisyariah.net
Anonim, 2001. “Memprihatinkan Limbah Hotel dan Rumah Tangga di Badung dan Denpasar”,. Dalam Bali Post, Kamis 12 April
Nasoetion , Lufti dan Joyo Winoto.,“Masalah Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada Pangan”, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
Kurnia, G., Arianto, T., Judawinata, R., Sufyandi,A., Rija., dan D. Hermajanda. 1996. “Persaingan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Air”, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
Atmanto, Sudar Dwi., “Pertanian dan Irigasi Air Limbah”, dalam Irigasi Petani No.11/V/1993, Pusat Studi dan Pengembangan Irigasi (PSPI), LP3ES, Jakarta, 1993.
RPJP memuat visi, misi, kondisi umum, arah, tahapan, dan prioritas Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025


Tidak ada komentar: