Rabu, 05 September 2012

DAMPAK EKSPOR MINYAK BUMI BAGI PEREKONOMIAN NASIONAL


Indonesia adalah negara dimana sektor energi memberikan sumbangan besar tak hanya untuk menggerakkan ekonomi nasional (menjadi bahan bakar kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan lainnya) tapi juga dalam bentuk pendapatan langsung dari penjualan bahan bakar fosil.  Pendapatan dari mengekspor minyak bumi, gas bumi dan batubara merupakan sumber utama pendapatan ekspor nasional sekaligus pendapatan pemerintah.  Hal ini nampak nyata, sejak industri perminyakan Indonesia dibangkitkan kembali pada era Repelita I (periode awal 70-an lalu).  Meskipun pangsa minyak dan gas bumi dalam perekonomian nasional kemudian menurun karena perkembangan industri manufaktur, peranan yang besar dari ekspor bahan bakar fosil kembali meningkat dan menjadi sangat penting, khususnya sejak Indonesia mengalami krisis ekonomi atau finansial 1997-1998 yang lalu.
Perekonomian akan mengalami pertumbuhan apabila jumlah total output produksi barang dan penyediaan jasa tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya, atau jumlah total alokasi output tahun tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. (Simon Kuznets 1971: 23), seorang ahli ekonomi di Amerika Serikat. Dalam mengukur dan menganalisis sejarah pertumbuhan pendapatan nasional negara maju, mendifinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai “peningkatan kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi penduduknya. Pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya”. Menurut (List 1840: 44) dalam bukunya yang berjudul Das Nationale der Politischen Oekonomi, perkembangan ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swata dan lingkungan kebudayaan.
List juga menegaskan bahwa negara dan pemerintah harus melindungi kepentingan golongan lemah diantara masyarakat. Pertumbuhan ekonomi juga merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia hanya dua abad belakangan ini. Oleh (Simon Kuznets: 1871: 25), proses pertumbuhan ekonomi tersebut dinamakan sebagai Modern Economic Growth. Dalam periode tersebut, dunia telah mengalami perkembangan pembangunan yang sangat nyata apabila dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya sampai abad ke 18 (Sadono Sukirno, 1998 : 413).
Industri minyak bumi dunia dalam empat tahun terakhir berkembang terutama didorong oleh kenaikan harga minyak mentah yang naik dan bertahan tinggi hingga puncaknya mencapai US$130 per barrel. Namun, tingginya harga tersebut tidak sepenuhnya menguntungkan Indonesia karena tingkat produksi yang justru cenderung turun. Perkembangan industri minyak bumi khususnya sektor hulu dalam beberapa tahun terakhir terkait dengan beberapa isu antara lain tingkat produksi yang cenderung turun dan tidak mampu mencapai target lifting. Kondisi ini terjadi akibat sudah tuanya sumur-sumur minyak yang saat ini dieksploitasi. Beberapa perusahaan seperti Chevron pada tahun 2008 mengalami penurunan produksi yakni pada sumur minyak di Riau. Medco EP juga diperkirakan penurunan produksi minyak mentahnya pada tahun 2009.
Bagi Indonesia yang perekonomiannya masih sangat bergantung pada pinjaman atau bantuan negara lain, ekspor untuk produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi seperti minyak bumi sangatlah penting. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, ekspor minyak bumi diharapkan dapat menjadi motor penggerak proses pemulihan ekonomi nasional. Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul: “Dampak Ekspor Minyak Bumi Terhadap Perkembangan Ekonomi Nasional”.

Tidak ada komentar: