Seminar BB -Sebagai sebuah negara
yang berdaulat, Indonesia memiliki kewenangan untuk membuat Undang-Undang yang
menimbulkan kewajiban untuk membayar pajak dan timbulnya hak bagi pemerintah
untuk memungut pajak kepada subjek pajak tertentu dengan objek pajak tertentu
sebesar tarif pajak tertentu sesuai dengan cara prosedur pajak tertentu
sebagaimana ditentukan dalam kententuan Undang-Undang tersebut. Sejak tahun
1983 sebelum reformasi, pemerintah telah bertekad untuk lebih menegakkan
kemandirian dalam membiayai pembangunan nasional dengan jalan mengerahkan
segenap potensi dan kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan cara
meningkatkan penerimaan negara melalui perpajakan dari sumber-sumber di luar
minyak bumi dan gas alam.
Dalam rangka upaya meningkatkan penerimaan negara, pada tahun tersebut, pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat mengadakan reformasi perpajakan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh 1984), Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984).
Berdasarkan
beberapa peraturan Undang-Undang diatas, pajak merupakan suatu kewajiban setiap
warga negara untuk membela dan menjunjung tinggi harkat dan martabat negeri, berbagai
wujud kontribusi dapat diberikan baik berupa ide, jasa dan materi demi
terwujudnya kesejahteraan bagi seluruh komponen bangsa.
Sesuai
amanat UUD 1945 Pasal 23, bahwa “Pajak merupakan kontribusi wajib rakyat kepada
negara baik orang pribadi maupu
dan digunakan untuk
kepentingan negara serta untuk kemakmuran rakyat.” Sehingga dapat ditarik suatu
pemahaman bahwa untuk membela negara ini tidak harus dengan cara yang sulit.
Hanya dengan menyisihkan sedikit bagian dari yang telah diperoleh, akan dapat
menyukseskan pembangunan yang nantinya akan memakmurkan segenap lapisan negeri,
untuk itu kesadaran akan pentingnya pajak diharapkan mampu memenuhi segenap
relung jiwa bangsa ini.
Jalan
raya, stasiun kereta api, bandara, pelabuhan, dan fasilitas umum lainnya
merupakan perwujudan dari pembangunan suatu Negara yang diperuntukkan kepada
seluruh penghuni yang tercatat sebagai warga negara di negara tersebut.
Pembangunan suatu negara bergantung dari pajak pemerintah yang dibebankan
kepada penduduknya, demi terlaksananya pembangunan yang juga diperuntukkan
untuk rakyat ini, rakyat diwajibkan membayarkan pajak yang dipilah-pilah khusus
sesuai dengan tanggungannya masing-masing.
Pajak
yang berhasil dikumpulkan oleh pemerintah akan dijadikan sebagai salah satu
sumber dana untuk membiayai pembangunan dan sumber investasi dan turut serta digunakan
untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan
masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal
dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya
dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak.
Dengan
demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat
dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan.
Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan), pajak juga melaksanakan fungsi
redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang
lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.
Kebijakan
pemerintah tentang perpajakan telah mengalami perubahan berkali-kali sesuai
dengan perkembangan ekonomi di negara ini, mulai tahun 2008 pemerintah telah
berusaha untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya melalui dua cara yaitu
yang pertama, Itensifikasi pemungutan
pajak yaitu pajak yang diarahkan sebagai upaya meningkatkan penerimaan dari
sumber pajak yang telah ada. Kedua,
extensifikasi yaitu upaya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak dengan jalan
memperluas basis pajak. Kedua cara ini baru berhasil apabila didukung oleh
administrasi pajak yang baik dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat akan
kewajibannya.
ondisi
perpajakan di Indonesia saat ini pajak menyumbang 75% porsi penerimaan negara,
kalau bukan dari masyarakat, siapa lagi yang bisa membiayai negara ini, siapa
yang membayar gaji para PNS yang jumlahnya ratusan ribu jiwa, siapa yang
membiayai pendidikan, subsidi BBM, melunasi hutang luar negeri, membangun
sarana dan prasarana, dan lain sebagainya. Namun pada kenyataannya di Indonesia
yang sejak tahun 2005 memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7
juta orang.
Bandingkan
dengan jumlah penduduknya yang mencapai 230 juta orang, itu artinya baru 3%
penduduk Indonesia yang memiliki kesadaran membayar pajak. Dari jumlah itu
mungkin yang benar-benar melaporkan pajaknya dengan jujur dan sesuai dengan
kenyataannya hanya 50%nya saja. Jadi hanya 1,5% penduduk Indonesia yang memang
benar-benar sadar akan kepentingan pajak bagi negara.
Kurangnya
kesadaran dalam pembayaran pajak ini dikuatkan oleh fakta yaitu Direktur
Jenderal Pajak, Muhammad Tjiptardjo menyampaikan bahwa penerimaan pajak sampai
dengan September ataupun triwulan ketiga di tahun 2009 ini sebesar Rp 377,8
triliun, ini baru tercapai 92,82 persen dari target. Bila dibandingkan dengan
periode yang sama pada 2008 lalu, pada kali ini terdapat penurunan. Sebab, pada
tahun lalu mencapai Rp 412,8 triliun.
Hal
ini dapat dikarenakan kecenderungan masyarakat yang merasa terpaksa untuk
membayar pajak. Tidak ada rasa sadar yang muncul dari diri sendiri untuk
senantiasa membangun negara. Orang baru terpikir untuk membayar pajak saat
merasa butuh, misalnya butuh NPWP untuk kepentingan tender, atau butuh NPWP
agar tidak terkena fiskal. Temuan yang dilakukan oleh Widayati 2008 melalui
penelitian tentang kesadaran membayar
pajak menunjukkan kurangnya tingkat pemahaman responden terhadap beberapa
ketentuan yang tertuang di dalam Ketentuan Umum dan tatacara perpajakan KUP.
Ketidakpahaman
wajib pajak terhadap berbagai ketentuan yang ada dalam NPWP menjadikan wajib
pajak tersebut memilih untuk tidak ber NPWP dengan berbagai alasan. Dari
alasan-alasan yang dikemukakan oleh responden menunjukkan bahwa kesadaran
responden untuk membayar pajak memang masih rendah. Selain itu kekhawatiran
akan penyalahgunaan uang pajak seringkali menjadi pemikiran masyarakat.
Bagaimana pajak itu akan dikelola dan ke mana uang pajak itu akan disalurkan,
mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap kurang.
Keadaan
ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara lain, sejenak menengok ke
dalam sistem perpajakan di Negara Paman Sam. Sistem pembayaran pajak yang
seolah-olah merupakan sosok menakutkan menjadi semacam hal biasa yang memang
sudah seharusnya dipenuhi oleh setiap warga negara. Amerika Serikat merupakan
salah satu negara yang bukan hanya menjadikan setoran pajak yang penting,
melainkan juga menjadikan pembayar pajaknya (tax payer) selalu menjadi isu
sentral.
Jumlah
pembayar pajak sangat besar sekitar 130 juta, sedangkan seluruh penduduk baik
warga negara maupun pemegang kartu izin tinggal tetap secara otomatis akan
memiliki nomor pokok pajak (SSN= social security number). Bagi bayi yang baru
dilahirkan akan menerima via pos kartu SSN dari kantor pusatnya di Kota
Baltimore, negara bagian Maryland (MD) setelah 2 minggu kelahirannya.
Demikian
pula bagi para imigran dan yang berizin tinggal tetap lainnya, serta mahasiswa
internasional, memiliki kartu SSN merupakan top
priority yang harus didapat.
Pembayar
pajak selain melaksanakan kewajiba, juga memperoleh jaminan kesejahteraan dari
uang yang dibayarkannya kepada negara. Dari pajak yang dibayarkan, 7,65%
disisihkan dan dikelola oleh Social Security Administration untuk jaminan hari
tua (retirement benefits) dan
asuransi kesehatan (medicare) bagi
pembayar pajak. 4,2 % dikumpulkan dan dikelola oleh pemerintah negara bagian
untuk dana tunjangan hidup dan biaya pelatihan saat terjadi PHK.
Manfaat
membayar pajak dapat juga dinikmati bagi yang mengalami kecelakaan dan
kematian/janda melalui program SDI (State
Disability Insurance= Asuransi Kecelakaan dari Negara Bagian). Melalui
berbagai kebijaksanaan ini, maka peraturan, penggunaan pajak dan pungutan
benar-benar terarah dan dikelola secara jujur dan profesional. Pemerintah dan
rakyat saling percaya dan saling mendukung.
Sangat
terlihat bagaimana pajak menjadi center
of country life yang memberikan nafas bagi seluruh aktifitas negara. Belajar
dari hal tersebut perlulah kiranya negara ini mencontoh kebijakan yang
diterapkan oleh negara lain dengan inovasi yang sedikit berbeda tentunya. Dengan
harapan mampu meningkatkan kesadaran masyarakat seutuhnya, sehingga tidak ada
lagi adanya keterpaksaan, ketidakpahaman terhadap prosedur, serta kekhawatiran
akan penggunaan pajak itu sendiri oleh pemerintah. (Redaksi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar