DALAM MENGOPTIMALISASI PEREKONOMIAN
MELALUI PERBANKAN SYARIAH
Harrys Pratama Teguh, Ida Lelah, Juharudin *
ABSTRACT
Name: Harrys Pratama Teguh[1] NIM: (081200072) Students Jinayah Siyasah (JS) IAIN “Sultan Maulana
Hasanuddin” Banten
Islam is a universal (Shamil), perfect (kamil), and
perfected (mutakamil) given by Allah SWT as the Creator of nature and all its
contents to the man who was appointed as the leader (caliph) on Earth that have
an obligation to bring prosperity both materially and spiritually by grounding
aqeedah and Shari'ah that each civilization will bear a straight and honorable
behavior (akhlaqul karimah). Therefore the task of the Caliph on earth is to
regulate the mechanism of action or activity that is to be run in a balanced
and fair manner that leads to a society and its environment that is safe,
tranquil, and peaceful and full of blessing and forgiveness from Allah SWT.
While the authority to plan, gives the formulation, and implement development
policies and programs to suit local needs considered not capable of making, and
dealing with poverty issues quickly and effectively. In recent years the
problem of poverty is still colored by accounts payable that may require more
intensive attention to seriously think about and pursue a variety of
countermeasures that adult poverty is not just a national issue but a global
problem.
At the writing of scientific papers that we use is a
qualitative research, which is a qualitative research is that research findings
are not obtained through a statistical procedure. Our data sources are the
result of exchanging ideas with experts Insurance sharia, Islamic bonds,
financial experts sharia, or Islamic reinsurance expert survay result of the
management of Islamic financial institutions in the Banten Province. Not only
is it a major source of Call For writing this paper, data from various media
such as newspapers, Internet, and a source of additional reference articles.
With the article titled "The role of Bank Indonesia in optimizing the Economy Through Sharia
Banking" Efforts are expected to develop an economy through
infrastructure development, development of productive activities and services
revenue activities (such as banking and improving government administration)
requires high human resource. Banking is an institution that implements three
main functions, namely to receive deposits, lend money, and money transfer
services. To Bank Syariah basically three functions can be performed unless in
performing banking functions to do things that are forbidden in Shariah. Sharia
banking products can be divided into three parts, namely :
1.
Product
Distribution of funds.
2.
Product
fund-raising.
3.
Products
related to banking services rendered to its customers.
Connection between Islamic banking products in life is
to provide services to the economically weak segments of society and the
distribution of micro-entrepreneurs through financing, investment and savings.
Keywords: Development Programme, the stability
of the banking system, Capital Investment (Investors), and national financial
systems.
PENDAHULUAN
Islam
merupakan ajaran yang universal (Syamil), sempurna (kamil),
dan menyempurnakan (mutakamil) yang diberikan oleh Allah sebagai
Pencipta alam beserta seluruh isinya kepada manusia yang diangkat sebagai pemimpin (Khalifah)
di bumi ini yang mempunyai kewajiban untuk memakmurkannya baik secara
material maupun secara spiritual dengan landasan Aqidah dan Syari’ah
yang masing-masing akan
melahirkan peradaban yang lurus dan perilaku mulia (akhlaqul karimah).
Karena
itu tugas Khalifah di bumi ini adalah untuk mengatur mekanisme kerja
atau aktivitas yang ada agar berjalan secara seimbang dan adil yang mengarah
pada suatu tatanan masyarakat beserta lingkungannya yang aman, tentram, dan
damai serta penuh barokah dan ampunan dari Allah SWT. Sementara kewenangan yang
besar untuk merencanakan (Planning),
memberi perumusan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang
sesuai dengan kebutuhan setempat dinilai belum mampu membuat, dan menangani
masalah kemiskinan secara cepat dan efektif. Pada tahun belakangan ini masalah
kemiskinan masih diwarnai dengan hutang piutang yang dapat menuntut perhatian
yang lebih intensif untuk serius memikirkan dan mengupayakan berbagai langkah
penanggulangan Kemiskinan yang dewasa ini tidak hanya menjadi isu nasional
namun masalah global.
Dalam kaitan dengan upaya mewujudkan “negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur” dan “untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” sebagaimana
yang diikrarkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka sistem ekonomi
yang perlu digunakan adalah sistem yang berbasis keadilan yaitu Ekonomi Syari’ah.
Usaha
dalam pembentukan sistem tersebut didasari oleh larangan dalam Agama Islam
untuk memungut maupun meminjamkan uang terhadap publik melalui sistem bunga
atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi berbagai bidang usaha
yang dapat dikategorikan haram seperti yang telah penulis ketahui yaitu usaha
yang berkaitan dengan produksi makanan maupun minuman haram, usaha media yang
tidak Islami dan lain sebagainya dimana hal tersebut tidak dapat dijamin oleh
sistem perbankan konvensional terutama keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat.
Perbankan Syari’ah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai intermediasi yang
menyimpan dana dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan dan untuk
dipinjam oleh pihak yang kekurangan dana. Seiring dengan berjalannya waktu
setiap lembaga keuangan bank sudah menjadi sasaran masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan hidup.
PERUMUSAN MASALAH
Sistem
profit sharing merupakan
sebuah sistem yang cukup bagus dari sudut pandang syari’at. Karena sistem tersebut
telah dinilai oleh berbagai ahli perbankan sebagai sistem yang lebih adil
daripada sistem bunga. Bahkan sistem bunga tersebut dapat digolongkan sebagai
kategori riba yang jelas hukumnya haram. Berdasarkan uraian singkat tersebut
menimbulkan pertanyaan yang cukup rumit untuk dipahami yaitu kenapa banyak kasus dalam bisnis melalui
sistem bagi hasil dapat bangkrut dan bahkan banyak investor yang mengaku sudah tertipu
terhadap sistem tersebut ? Ada dua sebab faktor dari permasalahan tersebut,
diantaranya :
1. Pengusaha
tersebut tidak menggunakan sistem bagi hasil yang benar.
2. Bisa
jadi perusahaan itu menggunakan sistem bagi hasil dengan benar, namun tidak
pernah dengan fair menjelaskan resikonya terhadap investor yang menyebabkan
para investor merasa ditipu oleh sistem tersebut.
Sementara
yang terlibat sebagai pihak kedua adalah pemodal (investor) yang memiliki andil dalam mendanai usaha itu agar dapat
berjalan. Baik modal kerja maupun modal
secara keseluruhan. Atas masing-masing andil tersebut, kedua belah pihak berhak
atas hasil usaha yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama untuk
dikembangkan. Karena secara umum
dapat digaris bawahi dalam menjalankan bisnis tidak ada yang dapat memastikan
keuntungan dalam usaha bisnis yang telah disepakati sebelumnya. Maka pembagian
hasil usaha bisnis tersebut dapat ditetapkan dalam bentuk prosenstase yang merupakan sstem bagi hasil dari keuntungan yang
didapat, bukan atas besarnya dana yang diinvestasikan.
METODE PENULISAN
Pada penulisan karya tulis ilmiah yang kami gunakan adalah penelitian
kualitatif, yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh
melalui prosedur statistik. Sumber data kami adalah hasil bertukar pikiran
dengan para ahli Asuransi Syari’ah, Obligasi Syari’ah, pakar keuangan Syari’ah,
pakar Reasuransi Syari’ah maupun hasil survay terhadap lembaga pengelolaan Keuangan
Syari’ah yang berada di Provinsi Banten. Tidak hanya itu yang menjadi sumber
utama penulisan Call For Paper ini,
data dari berbagai media seperti Koran, Internet, dan Artikel menjadi sumber
referensi tambahan.
LANDASAN TEORI
Ekonomi Syari’ah
merupakan ilmu pengetahuan sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai Islam.[2]
Ekonomi
Syari’ah atau sistim ekonomi koperasi berbeda
dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang
eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh
yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan.[3]
Selain
itu, ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus
anjuran yang memiliki dimensi ibadah.[4]
Pemerintah diminta untuk lebih memperhatikan pengembangan konsep ekonomi Islam
melalui Baitul Maal Watamwil (BMT)
atau biasa disebut usaha kecil mikro sebagai ujung tombak pembangunan Ekonomi Syari’ah
karena saat ini hampir sekitar 3.500 BMT sudah berkembang dan maju di
Indonesia.
Menurut
ketua Jurusan Perbankan Syari’ah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Euis Amalia[5]
selama ini pertumbuhan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) sangat membantu
mengatasi kemiskinan dan pengangguran, namun keberadaan Usaha Kecil Mikro dan
Menengah (UMKM) masih mendapatkan
hambatan yang cukup signifikan seperti belum adanya regulasi sebagai payung
hukum keberadaan Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) untuk bisa mandiri.
Disamping
itu keterbatasan mendapatkan bantuan sebagai modal dari dunia perbankan,
keterbatasan sumber daya manusia yang belum menguasai ekonomi syari’ah, dan
memahami ekonomi umum secara matang, juga menjadi hambatan pengembangan usaha
kecil mikro tersebut. Sementara menurut Direktur Perbankan Syari’ah Bank Indonesia,[6]
Harisman menuturkan penguatan Ekonomi Syari’ah
harus berdasarkan pada aqidah, karena apabila pengembangan Ekonomi Syari’ah
tanpa berbasiskan akidah akan berdampak pada akhlak dalam kehidupan
sehari-hari.
Salah
satu solusi penting yang harus diperhatikan pemerintahan dalam merecovery ekonomi Banten adalah
penerapan Ekonomi
Syari’ah. Ekonomi syari’ah memiliki komitmen
yang kuat pada pengentasan kemiskinan, penegakan keadilan pertumbuhan ekonomi,
penghapusan riba, dan pelarangan spekulasi mata uang yang dapat menciptakan
stabilitas perekonomian. Ekonomi
Syari’ah yang
lebih menekankan keadilan dapat memberikan pelajaran melalui konsep yang unggul
dalam menghadapi gejolak moneter dibanding sistem konvensional.
Fakta
ini telah diakui oleh banyak pakar ekonomi global,[7] seperti Rodney Shakespeare (United Kingdom), Volker Nienhaus (Jerman), dan lain sebagainya. Kedepan
pemerintah perlu memberikan perhatian besar kepada sistem ekonomi Islam yang
telah terbukti ampuh dan lebih resisten di masa krisis. Sementara bank raksasa
mengalami keterpurukan hebat yang berakhir pada likuidasi, sebagian Bank
konvensional lain secara terpaksa direkap oleh pemerintah melalui dana APBN
dalam jumlah besar Rp 650 triliun. Setiap tahun APBN dikuras oleh pemerintah
untuk keperluan membayar bunga obligasi rekap tersebut. Dana APBN yang
seharusnya diutamakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat, tetapi justru
digunakan untuk membantu bank konvensional. Inilah faktanya, kalau masyarakat
masih mempertahakan sistem ekonomi kapitalisme yang ribawi.
Perbankan
Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian. Fungsi
utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan
stabilitas nasional, menuju arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan
yang berlaku pada saat ini terdapat dua perbankan yang bertugan menjalankan
keuangan Negara yaitu Perbankan Syari’ah dan Perbankan Konvensional, dalam
menjalankan stabilitas sistem keuangan antara Perbankan Syari’ah dan Perbankan
Konvensional sangat jauh manfaat yang dapat masyarakat rasakan pada umumnya.
Seperti yang terjadi pada masyarakat adalah Pendekatan ekonomi konvensional
yang berlebihan terhadap pemenuhan kepentingan pribadi (self interest),
memang telah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian di Dunia Barat. Tetapi dibalik
keberhasilan ini, dapat dipahami Pendekatan ekonomi
konvensional
dinilai gagal dalam mewujudkan aktualisasi visi sosial dan tujuan normatif
lahirnya ilmu ekonomi.[8]
Hal tersebut dapat dinilai dari sisi negatif, sisi
negatif dari pendekatan ekonomi konvensional tersebut adalah menimbulkan efek
negatif dalam bentuk yang diistilahkan oleh Fukuyama “kekacauan yang besar (the
great disruption)”. perbedaan antara kedua sistem tersebut
diantaranya :
PERBEDAAN
|
|
PERBANKAN
KONVENSIONAL
|
PERBANKAN
SYARI’AH
|
1.
Bebas nilai.
2.
Sistem Bunga.
3.
Profit
Oriented (kebahagiaan
dunia).
4.
Hubungan debitur.kreditur.
5.
Tidak ada lembaga sejenis DPS (Dewan Pengawas Syari’ah).
|
1.
Adanya larangan untuk membayar dan menerima bunga
pada perbankan syariah.
2.
Perbankan Syari’ah tidak menggunakan skema
pinjaman dalam penyaluran dananya.
3.
Pinjaman hanya digunakan sebagai aktivitas sosial
tanpa meminta imbalan.
4.
Setiap pinjaman yang disertai dengan imbalan
adalah riba.
|
LANDASAN HUKUM
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syari’ah Pasal 2 dan
Pasal 3 menyatakan[9] asas dari
kegiatan usaha perbankan syari’ah adalah
prinsip syari’ah, demokrasi ekonomi dan prinsip kehati-hatian. Yang
dimaksud dengan berasaskan prinsip
syari’ah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maisir, gharar,
objek haram dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan yang dimaksud dengan
berasaskan demokrasi ekonomi adalah
kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan
kemanfaatan. Tujuan dari perbankan
syari’ah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan Nasional.
PRODUK PERBANKAN SYARI’AH
Perbankan
adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syari’ah
pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan kecuali bila dalam
melaksanakan fungsinya perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syari’ah.
Produk perbankan Syari’ah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Produk
Penyaluran dana.
2. Produk
Penghimpunan dana.
3. Produk
yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
PEMBAHASAN
Industri
perbankan tidak lepas dari tugasnya untuk menghadapi lingkungan nasabah yang
terdiri dari nasabah perorangan dan nasabah organisasi. Dalam melakukan
pelayanan, perbankan perlu mengetahui lebih jauh mengenai karakter tiap jenis
nasabah tersebut. Hubungan yang dibangun antara bank dengan nasabah
idealnya berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan mengedepankan dua
hal penting seperti komitmen dan rasa percaya.[10]
Meskipun
nasabah organisasi merupakan kumpulan manusia, tetap dipandang dalam hubungan
antar manusia yang mewakili bank melalui nasabah organisasi tersebut. Untuk dapat
menilai sejauh mana mutu layanan produk bisnis Pperbankan yang diberikan oleh
aparatur pemerintah, perlu ada kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan
yang diberikan dapat dikatakan baik atau buruk. Namun perlu diketahui tolak
ukur kualitas pelayanan dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain
meliputi :
1. Tangiable,
terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi.
2. Meningkatkan
kualitas pelayanan (improve service
quality),
terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan yang dijanjikan
dengan tepat.
3. Bertanggungjawab
(Responsiveness), kemauan untuk
membantu konsumen bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan.
4. Kompetensi (Competence), tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan
keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan layanan.
5.
Sopan dan ramah (polite and friendly),
Sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap keinginan
konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi.
6. Kredibilitas (Credibility), sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik
kepercayaan masyarakat.
7. Keamanan (Security), Jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari
berbagai bahaya dan resiko.
8. Akses (Access), terdapat
kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
9. Komunikasi (Communication), kemauan pemberi layanan
untuk mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus
kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
10. Memahami Nasabah
(Understanding The
Customer), Melakukan segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.
Lembaga
Administrasi Negara pada tahun 1998 telah membuat beberapa kriteria pelayanan
yang baik meliputi kesederhanaan, kejelasan, kepastian, kemauan, Transparan,
efisiensi, ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu, serta kriteria
kuantitatif. Hatry[11]
lebih merinci mengenai prosedur untuk mengukur kualitas pelayanan. Walaupun
diakui untuk melakukan pengukuran kualitas pelayanan selalu diwarnai banyak
masalah dan hambatan (obstacle) terkait
dengan kualitas pelayanan yang tidak dapat diukur secara tepat dan reliable.
Keyakinan
tersebut tentu benar bahwa tidak semua aspek dari kualitas layanan dapat diukur
secara lengkap untuk setiap program sebagaimana dapat diukur secara lengkap
untuk setiap program sebagaimana apa yang dikemukakan oleh Hatry[12].
“That not all aspects of service quality
can be measured perfectly for any programme”, namun demikian terdapat
teknik untuk melakukan pengukuran kualitas dari setiap aspek program pelayanan.
Menurut
Oliver kepuasaan merupakan tingkatan perasaan seseorang setelah membandingkan
kinerja atau hasil yang dirasakan dengan harapannya.[13]
Tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan
dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan maka setiap nasabah mapun
konsumen akan kecewa terhadap pelayanan yang belum maksimal.
Namun
yang apabila kinerja pelayanan bank sesuai dengan harapan, maka setiap nasabah
akan merasakan kepuasan yang sangat dinantikan. Dilihat dari segi kinerja yang
telah melebihi harapan maka seluruh nasabah maupun konsumen akan merasa sangat
puas.
Menurut
Dedy Mulyadi[14]
tentang kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dengan kinerja
atau hasil yang dirasakan. Hal tersebut juga disamakan oleh Lira Indriwinangsih
dan sudaryanto,[15]
bahwa pelanggan yang merasa terpuaskan akan memberikan tambahan nilai positif
yang tidak lepas dari kesetiaan pelanggan. Setiap pelanggan yang setia dilihat
secara individual tidak hanya menggunakan pelayanan tersebut melainkan
menyakinkan setiap manusia untuk turut merasakan pelayanan yang tersedia pada
setiap lembaga keuangan walaupun sebagai calon pelanggan baru. Dengan makin
maraknya persaingan didunia perbankan menyebabkan berbagai langkah yang telah
dilakukan oleh pihak bank dalam rangka menarik minat masyarakat untuk
menjadikan nasabah lembaga keuangan bank. Persaingan perbankan beberapa tahun
yang lalu berkisar pada strategi penawaran dihiasi dengan berbagai variasi
produk bank seperti tabungan dan deposito berjangka dengan suku bunga yang
menarik serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Setiap
persaingan akan mengalami peningkatakan dengan adanya undian berhadiah atau
pemberian hadiah-hadiah langsung kepada nasabah. Hal ini menunjukkan bahwa
dunia perbankan sangat kompetitif dalam menarik minat masyarakat dan
mempertahankan atau meningkatkan hubungan bisnis dengan para nasabah seperti
prinsip Syari’ah.
Menjalankan
roda perekonomian melalui Prinsip Syari’ah yang merupakan aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana, pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan Syari’ah. Beberapa
prinsip hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah. diantaranya :
·
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang
berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak
diperbolehkan.
·
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan
kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
·
Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
·
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan diperoleh dari transaksi.
·
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha
yang tidak diharamkan dalam Islam.
Prinsip
perbankan syariah akan membawa kemaslahatan bagi umat terhadap keseimbangan
sistem ekonominya.[16] Hal tersebut sangat disayangkan atas dasar kurangnya
pengetahuan tentang prinsip tersebut hingga mengakibatkan masih banyak
masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah dalam menggunakan
fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Dalam perbankan Syari’ah
telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua belah pihak.
Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka lembaga keuangan
dinilai telah melanggar ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.
Perlu dipahami citra bank yang aman dan sehat akan menjadi prioritas nasabah
dalam memilih bank, selain hal tersebut ada prioritas lain yang tidak kalah
penting seperti kualitas pelayanan (Quality
of Service).
Untuk
itu setiap Bank dituntut untuk lebih giat dalam bekerja dengan efektif dan
efisien agar dapat memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada nasabahnya. Kualitas pelayanan dapat dikatakan sebagai
kemasan jasa, sedangkan kualitas pelayanan merupakan pembentukan citra (image building). Oleh karena itu, media
promosi untuk menarik pendatang ke bank komersial ialah pelayanan kepada para
nasabah. Tingkat pelayanan bank dapat memicu budaya jual agar pemasaran bank
dapat lebih berhasil.
Berdasarkan
analisa diatas dapat dipahami membangun sebuah budaya pelayanan merupakan
tantangan tersendiri yang harus dihadapi bank. Memang, tak mudah mengubah
budaya pelayanan yang telah melembaga pada sebuah organisasi atau perusahaan
besar Sekalipun dengan menyewa seorang chief
executive officer (CEO) baru. Dalam membangun dan meningkatkan budaya
pelayanan yang baik terhadap seluruh organisasi bank besar tidak dapat
dilakukan dalam waktu singkat.
Kualitas
pelayanan sangat penting dan harus ditingkatkan karena sangat identik dengan
keberadaan lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Sesuai dengan
perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap
ekonomi dan perbankan Islam walaupun dari segi kualitas pelayanan seperti yang telah penulis uraikan sebelumnya
Ekonomi Islam masih menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan yang
besar. Dalam usia yang masih muda tersebut setidaknya ada lima problem
dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, diantaranya :
1
Masih minimnya pakar ekonomi Islam
berkualitas.
2
Ujian atas kredibilitas sistem ekonomi
dan keuangannya.
3
Perangkat peraturan, hukum dan
kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai.
4
Masih terbatasnya perguruan Tinggi yang
mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting
dalam bidang ekonomi Syari’ah,
sehingga Sumber Daya Insan (SDI) di bidang ekonomi dan keuangan Syari’ah
masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang
memadai.
5
Peran pemerintah baik eksekutif maupun
legislatif masih rendah terhadap pengembangan ekonomi Syari’ah
yang didasarkan kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi
Islam.
6
Sosialisasi dan mempemudah akses ekonomi
Syari’ah
masih minim.
7
Penguatan sistem regulasi yang kuat.
Dalam bidang perbankan misalnya proses pembentukan Undang-Undang Republik
Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan Syari’ah,
dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Surat Berharga Syari’ah Negara
(SBSN).[17]
UU Perbankan Syari’ah,
RUU Surat Berharga Syari’ah Negara
secara tersendiri menjadi penting sebagai legitimasi terhadap industri perbankan
syariah semakin utuh. Sehingga pengaturan sistem Perbankan Syari’ah
dapat diperluas dengan pengayaan produk serta pengaturan teknis lainnya.
Dilihat dari analisis diatas, Hal tersebut erat kaitannya
dengan reksadana berbasis Syari’ah yang dapat
menambah aset syariah. Sebab potensi asset Syari’ah dilihat secara kualitatif akan membuka peluang besar
potensi penyerapan obligasi sukuk yang akan diterbitkan oleh pemerintah yang merupakan
instrumen investasi yang sangat diharapkan oleh seluruh persaingan pasar.
Komitmen
ekonomi syariah terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan dimulai dengan
landasan filosofis ilmu ekonomi syariah itu sendiri. Ilmu Ekonomi Syari’ah
adalah ilmu yang bertumpu pada sistem nilai yang akan memberi makna dalam
aktivitas manusia pada setiap peran yang dilakukan. Umer Chepra[18] mengatakan
ilmu Ekonomi Syari’ah yang sarat dengan nilai itu bukan saja bermanfaat bagi
kaum muslim tetapi juga kepada siapa-pun yang menginginkan keadilan dan
kesejahteraan. Perlu digaris bawahi terdapat empat (4) filosofis[19] ilmu Ekonomi Syari’ah menuju pembangunan ekonomi
dan kesejahteraan, keempat landasan tersebut diantaranya :
1
Konsep
tauhid, keyakinan terhadap kekuasaan absolut
terhadap akses ekonomi yang ada di alam semesta dan tujuan prilaku ekonomi
hanya untuk Allah SWT. Manusia sebagai pelaku ekonomi dapat bertindak sebagai
pemegang amanah (trustee). Dalam
Islam manusia adalah perwakilannya di muka bumi (khalifah fil ard) yang bertugas penuh untuk menciptakan kemakmuran
di muka bumi. Secara filosofis prilaku ekonomi bukan pada kompetisi yang saling
menjatuhkan satu sama lain namun melakukan kerjasama (ta’aun, syirkah) untuk kemakmuran bersama pula.
2
Keadilan
dan keseimbangan menjadi pilar utama dalam ekonomi Islam
yang diwujudkan dalam bentuk pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Karena itulah
konsep pembangunan bukan hanya pertumbuhan pendapatan secara nominal namun juga
distribusi pendapatan tersebut secara merata. Anugerah Allah tidak boleh
terpusat pada segelintir orang, karena itu perlu ada sistem distribusi harta
tersebut tanpa menciderai kepemilikan inividual. Prinsip
ini menghasilkan sisitem ekonomi makro (prinsip
keuangan) dengan menggunakan real
based economy, sedangkan pada hubungan sektor monoter dan ril menjadi erat,
terkait peredaran uang tidak hanya pada segelintir orang yang tidak menyentuh
sektor ril. Sedangkan pada ekonomi mikro berkaitan dengan prinsip pengeluaran (expenditure) yang harus berdasarkan
kebutuhan primer, sekunder, dan tersier (الابتدائي والثانوي ، والجامعي) dengan objeknya kepada masyarakat
ekonomi lemah dalam rangka mengentaskan kemiskinan.
3
Prinsip kebebasan (hurriyah) dalam melakukan aktivitas ekonomi dan mendapatkan kepemilikan
harta selama tidak bertentangan dengan ketentuan, baik cara mendapatkan maupun
mempergunakannya. Sebab kebebasan itu merupakan fitrah manusia itu sendiri, dan
dengan kebebasan itu manusia akan melakukan upaya (ikhtiyar) maksimal dalam melakukan aktivitas ekonomi. Sampai
disini, ekonomi Islam tidak akan “kaku”
dengan segala bentuk perkembangan cara (teknologi)
secanggih apapun dan siapapun berhak melakukan akses ekonomi tersebut selama
tidak melanggar garis syar’i.
4
Tanggung jawab yang
merupakan pasangan dari bentuk kebebasan, sebab
dalam Islam semua bentuk aktivitas dan kepemilikan harus
dipertanggungjawabkan sesuai dengan batasan yang telah diatur. Islam meminta
pertanggungjawaban prinsipnya terpusat pada Allah (tancendental accountability) yang akan menumbuhkan integritas yang
sejalan dengan prinsip Good Corporate
Goverment (GCG) dan market discipline.
Di samping itu, tentu masih banyak lagi
daftar persoalan masyarakat yang berkaitan dengan kemiskinan dan terlalu sempit
untuk diulas dalam tulisan ini. Sistem ekonomi saat ini seakan tidak dapat
mendorong distribusi kekayaan atau sumber-sumber ekonomi lainnya dari kelompok
masyarakat yang berlebihan kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan.
Sebagian masyarakat melihat bagaimana
kalangan perbankan konvensional sebagai sub-sistem perekonomian nasional yang
seharusnya memiliki peran yang sangat strategis didalam proses realokasi
sumber-sumber ekonomi, belum dapat menyalurkan kembali secara proporsional dana
masyarakat yang berhasil dihimpunnya kedalam pembiayaan yang diperlukan oleh
masyarakat bawah. Sebaliknya, justru bank-bank tersebut berlomba-lomba
menawarkan kredit konsumtif dengan iming-iming hadiah yang menggiurkan. Kita
lihat dijalan-jalan raya diberbagai kota besar banyak sekali billboard dengan ukuran superbesar dari
bank-bank besar mempromosikan produk kartu kredit, tetapi hampir tidak ada
billboard dengan tema promosi kredit produktif.
Kondisi ini tentu akan semakin mengarahkan
masyarakat untuk berpola hidup konsumtif, yang pada akhirnya semakin
mempersulit upaya mengatasi masalah kemiskinan. Sumber dana tidak digunakan
untuk meningkatkan kapasitas dan produktivitas sektor ekonomi produktif
sementara masyarakat cenderung semakin berperilaku konsumtif yang dapat
mengurangi kepekaannya terhadap masalah-masalah sosial seperti masalah kemiskinan
tersebut. Spirit untuk mengatasi masalah kemiskinan akan hilang dan sistem
ekonomi konvensional akan tetap gagal mengatasi masalah kemiskinan.
Untuk merealiasikan dual economic sistem diharapkan pemerintah
segera membangun instrumen dan infrastruktur yang diperlukan. Misalnya
menerbitkan surat utang negara berbasis syari’ah, mengizinkan multifinance Syari’ah serta peraturan
terkait praktik keuangan Islam di Indonesia. Barangkali pembahasan mengenai
masalah ini sudah terlalu sering disampaikan oleh berbagai kalangan, namun
tidaklah berlebihan bila diulas kembali berkaitan dengan pokok bahasan dari
tulisan ini dan sebagai persiapan atau pembekalan bagi diselenggarakannya suatu
Gerakan Nasional Ekonomi Syari’ah dalam waktu dekat ini. Keunggulan sistem Ekonomi
Syari’ah
antara lain sebagai berikut :
- Ekonomi Syari’ah memiliki landasan tauhid dan kesatuan umat, artinya kegiatan Ekonomi Syari’ah harus mengacu pada aturan dasar untuk apa sebenarnya alam dengan segala isinya atau yang disebut sebagai makhluk, termasuk manusia seperti kita ini, diciptakan oleh Tuhan. Kegiatan Ekonomi Syari’ah dengan segala institusi, perangkat, sistem dan prosedur serta variabelnya harus dijalankan, diatur dan dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran umat manusia tanpa memandang suku, golongan, tingkatan dan agama dengan semangat pengabdian kepada Tuhan. Kemakmuran terwujud maka kemiskinanpun teratasi.
- Ekonomi Syari’ah dibangun dan dijalankan di atas prinsip keadilan. Pelaku ekonomi misalnya, seperti pengusaha, pedagang, petani dan sebagainya, memiliki kesempatan dan akses yang sama terhadap dana atau pembiayaan yang diperlukan untuk mengembangkan kegiatan usahanya. Sebaliknya, Institusi Ekonomi dan Keuangan Syari’ah memberikan kesempatan dan akses dimaksud. Interaksi keduanya atas dasar prinsip keadilan tersebut memungkinkan realokasi sumber-sumber dana secara lebih merata ke segenap unit ekonomi yang membutuhkan, dan tersalurkannya kembali seluruh dana masyarakat kedalam roda perekonomian secara riil.
Dengan
demikian, Institusi Keuangan Syari’ah sangat memungkinkan untuk menciptakan
keseimbangan antara sektor keuangan dan sektor riil dan secara positif
mendorong pemanfaatan kapasitas produksi secara optimal dan pemanfaatan semua
potensi ekonomi untuk kesejahteraan umat. Pada gilirannya, akan tercipta
berbagai lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih luas dan merata.
Kemiskinan
tentunya akan menjadi lebih mudah untuk diatasi. Selanjutnya, Institusi
Keuangan Syari’ah menggunakan pola bagi hasil baik untuk dana masyarakat yang
terhimpun maupun untuk dana yang disalurkan kembali ke pelaku ekonomi. Pola
bagi hasil juga mengandung prinsip kesetaraan karena tidak ada satu pihak yang
berada di atas pihak lainnya dan semangat yang dibangun adalah kerja sama,
bukan persaingan dan bukan pula eksploitasi. Satu pihak saling melengkapi dan
membutuhkan pihak lainnya. Semangat kerja sama ini merupakan manifestasi dari
ajaran tolong menolong yang bersifat universal.
- Ekonomi Syari’ah menerapkan nilai-nilai moral dalam setiap aktivitas ekonomi dan setiap hubungan antara satu kelompok masyarakat dan kelompok masyarakat lainnya. Nilai-nilai moral tersebut tercakup dalam empat sifat yaitu: Sidiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah (STAF). STAF ini sudah jauh lebih dahulu ada sebelum Good Corporate Governance (GCG) menjadi acuan bagi tata kelola perusahaan yang baik di dunia. STAF diharapkan dapat menjaga pengelolaan Institusi-Institusi Ekonomi dan Keuangan Syari’ah secara professional dan menjaga interaksi ekonomi, bisnis dan sosial berjalan sesuai dengan aturan permainan dan best practice yang berlaku.
Dengan demikian, STAF merupakan prasyarat bagi
terlaksananya dengan baik keunggulan Sistem Ekonomi Syari’ah di atas sehingga
benar-benar dapat mengatasi berbagai persoalan ekonomi dan sosial masyarakat
seperti masalah kemiskinan yang tidak dapat diatasi dengan baik oleh sistem
ekonomi yang berlaku saat ini.
Akhirnya, Sistem Ekonomi Syari’ah harus dilaksanakan dan
dikembangkan melalui proses interaksi yang berkesinambungan antara berbagai
stakeholders, baik pelaku Ekonomi dan Keuangan Syari’ah, Pemerintah, Bank
Indonesia, Institusi Pendidikan, sosial dan masyarakat pada umumnya.
Pertumbuhan Perbankan Syari’ah terkendala oleh minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli atau
benar-benar mengerti dalam bidang Perbankan Syari’ah tersebut. Hal demikian
menjadi penghambat bagi industri Perbankan Syari’ah ditengah tingginya
permintaan bankir dalam melakukan perluasan jaringan. Mungkin inilah salah satu
tantangan bagi perkembangan industri Perbankan Syari’ah, padahal dalam situasi
krisis seperti ini diharapkan Perbankan Syari’ah bisa mengembangkan dan
memperluas jaringannya, pada saat ini yang penulis ketahui kebanyakan orang
yang mengelola Perbankan Syari’ah bukanlah orang-orang yang benar-benar mendalami
ilmu Syari’ah, melainkan mereka hanya mendapatkan training selama 6 bulan untuk
memahami sistem yang dipakai dalam Perbankan Syari’ah.
Berdasarkan survei kepada masyarakat yang menggunakan
jasa Perbankan Syari’ah ini, sebagian masyarakat berpendapat seperti “Perbankan Syari’ah disini sama saja dengan
bank konvensional, hanya namanya saja yang berbeda”. Mendengar pernyataan
ini pilu kah hati umat Islam akan masalah atau penghambat pada saat ini ?
berbeda lagi dengan orang-orang yang benar-benar lulusan Ekonomi Islam, mereka
menjiwai betul aturan-aturan, prinsip yang dipakai dalam Perbankan Syari’ah
yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist.
Apabila masalah ini dapat diatasi dengan baik dan benar,
diharapkan industri Perbankan Syari’ah akan semakin gagah dan mampu menjawab
semua tantangan, mungkin saja bisa mengalahkan perbankan konvensional, investor
dari berbagai negara akan lebih tertarik kepada Ekonomi Islam. Disamping itu
pemerintah harus berperan aktif dalam mengembangkan Sistem Ekonomi Islam di mata
Internasional dan diharapkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
tercinta ini menjadi salah satu pusat Perbankan Syari’ah di dunia.
Secara tegas ekonomi Islam dapat mengambil sebuah
kebijakan yang lebih mengedepankan kesejaheraan seperti menetapkan bentuk
perdagangan serta perkhidmatan yang boleh dan tidak boleh di transaksikan sebagaimana
diungkapkan dalam pembahasan diatas, ekonomi Islam harus mampu memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap pelaku usaha. Selain
itu, Ekonomi Syari’ah dalam perkembangannya lebih menekan kepada empat sifat,
keempat sifat tersebut antara lain :
1. Kesatuan
(unity). 3. Keseimbangan (equilibrium).
2. Kebebasan
(free will). Dan 4. Tanggungjawab
(responsibility).
Dengan
mengetahuinya perbedaan diatas diharapkan masyarakat dapat memahami sistem Ekonomi
Syari’ah yang lebih mengedepankan kesejahteraan umat manusia walaupun beda Agama
yaitu kepentingan.[20]
Dalam perjalanan hidup setiap manusia selalu mendapatkan ujian yang cukup berat
antar sesama manusia seperti pencurian uang, hutang piutang, biaya pengeluaran
keseharian, biaya sekolah, biaya transportasi, harga barang pokok semakin
mahal, beban masyarakat bawah semakin besar, sementara pegawai negeri dinilai
telah menikmati uang masyarakat (uang
haram) dan lain sebagainya. Oleh karena itu setiap manusia menginginkan
adanya perlindungan kepentingan-kepentingan terhadap ancaman-ancaman bahaya
sepanjang masa terutama dalam menjalankan dunia bisnis yang berbasis Syari’ah.
Dengan telah diberlakukan Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah, maka
pengembangan industri Perbankan Syari’ah nasional semakin memiliki nilai
landasan hukum yang memadai dan semakin mendorong pertumbuhan perekonomian
dengan lebih cepat melalui progres perkembangan yang impresif, perkembangan
tersebut dapat dinilai melalui nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi mencapai
aset lebih dari 65% pertahun, maka dengan adanya landasan hukum diharapkan
peran masyarakat terhadap industri Perbankan Syari’ah dalam mendukung
perekonomian nasional serta menjalankan bisnis yang berbasis syari’ah akan
semakin banyak.
Ada sejumlah alasan mengapa institusi keuangan
konvensional yang ada sekarang ini mulai melirik sistem Syari’ah, antara lain
pasar yang potensial karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan
mempunyai kesadaran untuk berperilaku bisnis dengan tetap menggunakan prinsip Syari’ah
yang mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
lahirnya Ekonomi Syari’ah hingga era reformasi saat ini.
Berdasarkan
dari data Bank Indonesia tentang Pangsa Perbankan Syari’ah Terhadap
Total bank bahwa kebijakan Akselerasi Pengembangan Perbankan Syari’ah sebagai
upaya pencapaian target market share Perbankan
Syari’ah mencapai 2.96% dari perbankan nasional tahun 2010 dengan tetap
memperhatikan prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap prinsip Syari’ah.
Banyaknya
kekurangan dan masalah yang dihadapi pada tahun 2009 silam, maka banyak pula
tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan Perbankan Syari’ah untuk
mewujud Perbankan Syari’ah yang lebih komprehensif pada tahun 2010 ini. Adapun
tantangan dan solusi untuk menerapkan Perbankan Syari’ah, dan pemahaman
masyarakat terhadap perbankan yang lebih mengedepankan kesejahteraan yang
berbasis keadilan, yaitu :
1.
Program
Pencitraan Baru. Program pencitraan baru ini merupakan
prioritas utama dalam memperluas pasar, sehingga Perbankan Syari’ah Indonesia
memiliki citra baru yang bisa menarik semua golongan masyarakat tanpa
terkecuali yang menginginkan keuntungan kedua belah pihak (bank dan nasabah), dengan atribut yang lebih menekankan ke
substansi (universal values) sebagai
atau kemanfaatan bagi semua pihak.
2.
Program
Pengembangan Segmen Pasar. Dengan memahami
profil segmen pasar yang dihadapi, tentunya Bank Syari’ah akan dapat merumuskan
strategi pemasaran yang lebih tepat demi menjangkau pasar yang lebih luas.
Pemetaan target market sebagaimana dimuat dalam Grand Strategy mengungkapkan, terdapat 5 segmen pasar berdasarkan
orientasi perbankan dan profil psikografisnya seperti nasabah yang sangat
mengutamakan benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses sebagai
sarana pembayaran gaji dan transaksi bisnis, dan segmen nasabah yang
mengutamakan penggunaan jasa bank konvensional. Melalui riset pasar dalam Grand Strategy juga terungkap, bahwa
pengguna Perbankan Syari’ah di Indonesia cenderung berprilaku pragmatis, Potret
nasabah perbankan di Indonesia umumnya sudah memahami keunggulan masing-masing
perbankan dimana perbankan konvensional unggul dalam jaringan yang luas dan
memiliki fasilitas layanan yang handal dan luas. Di sisi lain, Perbankan
Syari’ah, unggul karena karakteristik produk yang menyebabkan nasabah ingin
menggunakan kedua jenis perbankan tersebut. Dengan kata lain, profil nasabah
perbankan di Indonesia sesungguhnya didominasi oleh mereka yang mengutamakan
benefit seperti kepraktisan transaksi dan kemudahan akses.
3.
Program
pengembangan produk. Syari’ah perlu terus melakukan inovasi
produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema keuangan yang variatif serta dapat menunjukkan
perbedaan perbankan syari’ah dengan perbankan konvensional. Beberapa inisiatif yang harus dilakukan oleh Bank
Syari’ah melalui mirroring produk dan
jasa bank syari’ah internasional serta mendorong bank syari’ah milik asing
untuk membawa produk-produk yang sukses di luar negeri ke Indonesia. Program
ini menjadi keharusan agar keunikan Perbankan Syari’ah dibandingkan dengan
perbankan konvensional lebih terlihat jelas.
4.
Program
peningkatan pelayanan. Dari survey tingkat kepuasan nasabah, sebagaimana dimuat dalam Grand Strategy, terungkap
bahwa kualitas layanan Perbankan Syari’ah lebih baik di core benefit yang ditawarkan. Sedangkan dilihat dari tingkat
kepuasan terhadap pinjaman bank konvensional dan Bank Syari’ah, kualitas Perbankan
Syari’ah lebih baik hampir di semua aspek. Dengan demikian, maka peningkatan
kualitas layanan mesti terus dilakukan di area yang terkait keunikan maupun
bersifat umum. Dengan mengadopsi konsep service
excellency berdasarkan dimensi RATER (Reliability,
Assurance, Tangible, Emphaty, Responsiveness).
5.
Program
komunikasi yang universal dan terbuka.
Berbagai upaya promosi dan komunikasi oleh Bank Syari’ah kepada masyarakat
perlu mencermati spektrum peta segmen pasar yang ingin dijangkau, sehingga
dapat menjaga citra baru perbankan syari’ah Indonesia yang modern, terbuka bagi
semua segmen masyarakat (inklusif),
dan melayani seluruh golongan msyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Berbagai
program promosi perlu dilakukan dengan tetap mengacu kepada positioning iB
sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (bank dan nasabah), dan mendukung
branding iB sebagai lebih dari sekedar bank.
KESIMPULAN
1.
Produk Penyaluran dana.
2.
Produk Penghimpunan dana.
3.
Produk yang berkaitan dengan jasa yang
diberikan perbankan kepada nasabahnya.
Kaitannya
antara produk Perbankan Syari’ah dalam kehidupan adalah memberikan pelayanan
kepada golongan masyarakat ekonomi lemah dan pengusaha mikro melalui kegiatan penyaluran pembiayaan, investasi, dan
simpanan.
Dalam menyalurkan pembiayaan, secara garis besar setiap lembaga keuangan dapat melakukannya melalui dua jenis pelayanan
yaitu :
1
Pembiayaan
untuk Kepentingan Sosial.
Pembiayaan
untuk kepentingan sosial ini dapat disalurkan melalui fasilitas Pinjaman
Kebajikan (Qordhul Hasan) yang
merupakan pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata,
karena dari penyaluran pinjaman ini secara ekonomis lembaga keuangan tidak
mendapatkan keuntungan. Pinjaman Qordhul
Hasan ini diarahkan sebagai stimulus bagi pemberdayaan golongan ekonomi
lemah dan masyarakat miskin. Bentuknya antara lain berupa modal awal bagi
mereka yang akan memulai usaha. Melalui penyaluran pinjaman Qordhul Hasan terebut diharapkan
penerima pinjaman dapat memberdayakan dirinya melalui berbagai usaha produktif.
Setelah mandiri, diarahkan dapat mengembangkan usahanya dengan memperoleh dukungan
modal yang lebih besar dari jumlah pembiayaan komersial yang lebih berorientasi
bisnis.
2
Pembiayaan
Komersial.
Dalam
menyalurkan pembiayaan komersial yang lebih berorientasi bisnis, lembaga keuangan diharapkan mengeluarkan produk pelayanan
berupa :
a. Pembiayaan
untuk berbagai kegiatan investasi atas dasar bagi hasil. Jenis pembiayaan ini
terdiri dari :
·
Pembiayaan Mudlarabah, atau penyediaan
modal kerja.
·
Pembiayaan Musyarakah atau penyertaan
modal kerja.
b. Pembiayaan
untuk berbagai kegiatan perdagangan.
Jenis
pembiayaan ini ditujukan dalam rangka penyediaan kebutuhan barang modal dan berbagai
alat produksi melalui sistem pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan jenis ini
disalurkan melalui fasilitas Pembiayaan Murabahah.
c. Pembiayaan
pengadaan alat-alat produksi untuk disewakan atau disewabelikan.Jenis
pembiayaan ini dikembangkan melalui produk Pembiayaan Ijarah atau penyediaan
kebutuhan alat produksi dan sarana kerja yang dibayar melalui sistem pembayaran
yang dapat diangsur dengan sistem sewa beli.
Sebagai
lembaga mediator yang bertumpu pada kepercayaan masyarakat setiap pengelola lembaga
keuangan dalam menyalurkan pembiayaan dituntut untuk selalu berpegang pada
prinsip kehati-hatian (Prudensial) demi
menjaga amanah dari pemilik dana yang menitipkan modal pada lembaga keuangan.
Implementasi dari prinsip kehati-hatian (Prudensial)
dalam penyaluran pembiayaan antara lain diwujudkan melalui analisa atau
penilaian tentang kelayakan calon nasabah untuk menerima pembiayaan.
Agar
pembiayaan yang disalurkan lebih tepat sasaran, maka setiap lembaga keuangan harus mengetahui penggunaan pembiayaan yang
akan diterima oleh nasabah. Karakteristik sistem Perbankan Syari’ah yang
beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil telah memberikan alternatif sistem Perbankan
Syari’ah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat
Indonesia tanpa terkecuali, serta saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank
yang dapat menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi dengan menyediakan
beragam produk serta layanan jasa perbankan melalui skema keuangan yang lebih
bervariatif pada masyarakat.
Dalam beberapa seminar, sering mengatakan bahwa
pada prinsipnya investasi bisa dibagi menjadi dua yaitu investasi pada usaha
dan investasi pada produk-produk keuangan. Pada saat ini lembaga keuangan bank
lebih menggunakan sistem bagi hasil diterapkan pada investasi usaha. Secara
garis besar sistem bagi hasil tidak hanya ada pada investasi usaha. Berikut
poin-poin yang harus dipahami agar para investor tidak tertipu dalam menjankan
bisnis investasi :
1. Menjanjikan
tingkat keuntungan yang pasti atas nilai investasi.
2. Tetap
menjanjikan keuntungan walau usahanya merugi.
3. Jaminan
modal kembali.
4. Perbandingan
prediksi dengan harga pasar.
5. Pembukuan
yang transparan.
6. Keterbatasan
penyerapan modal.
SARAN
Untuk
meningkatkan daya saing di era globalisasi setidaknya ada 4 strategi yang harus
ditempuh oleh Bank Indonesia dalam mengoptimalkan Perbankan Syari’ah
diantaranya :
1. Membentuk
SDI Berkualitas. Hal ini merupakan peluang yang sangat prospektif,
sekaligus merupakan tantangan bagi kalangan akademisi dan dunia pendidikan
untuk menyiapkan Sumber Daya Insani (SDI) yang berkualitas yang ahli di
bidang Ekonomi Syari’ah. Tingginya kebutuhan SDI Bank Syari’ah ini menunjukkan
bahwa sistem Ekonomi Syari’ah semakin dibutuhkan oleh masyarakat karena Sumber
Daya Insani menjadi aset terpenting dalam dunia industri manapun termasuk Perbankan
Syari’ah.
2.
Ekspansi
Segmen Pasar Bank Syari’ah.
Disadari atau tidak, segmentasi pasar Perbankan Syari’ah di Indonesia masih
terfokus kepada masyarakat muslim. Hal yang paling penting adalah bahwa Perbankan
Syari’ah tidak hanya diperuntukkan bagi
masyarakat muslim saja, tetapi non-muslim pun bisa menikmatinya.
Apabila
masyarakat non-muslim ingin menikmati layanan Perbankan Syari’ah, maka perlu
diatur secara jelas teknis transaksinya (ijab-qabul)
yang disesuaikan dengan nilai-nilai yang dianut oleh pribadi konsumen.
3.
Akselerasi
Produk Perbankan Syari’ah. Keberagaman produk
dan jasa sebagai ciri khas bank syari’ah. Bank Syari’ah perlu terus melakukan
inovasi produk dan dapat mengeksplorasi kekayaan skema keuangan yang variatif
dan sekaligus bisa menunjukkan perbedaan dengan perbankan konvensional.
4.
Penggunaan
sistem IT modern. Dukungan sistem IT yang modern sangat
mendukung peningkatan daya saing Bank Syari’ah secara nasional. Kebanyakan
nasabah memilih bank karena adanya kemudahan bertransaksi, misalkan adanya ATM
yang tersebar di seluruh Indonesia.
5.
Memaksimalkan sosialisasi Perbankan
Syari’ah terhadap masyarakat melalui
masyarakat yang memiliki pengetahuan serta pemahaman yang baik mengenai Perbankan
Syari’ah dan ekonomi Indonesia, dengan adanya masyarakat yang paham terhadap Perbankan
Syari’ah diharapkan tidak diragukan atas kinerja Perbankan Syari’ah. Dengan
adanya ketidak raguan masyarakat diharapkan, market share bank syari’ah akan semakin meningkat.
6.
Pengetahuan
akan stabilitas sistem keuangan dan sistem pengawasan harus ditanamkan dari
tingkat dasar hingga Perguruan Tinggi guna meningkatkan pengetahuan dan
menciptakan regenerasi yang berjiwa membangun bangsa dan profesional.
7.
Pemerintah
harus lebih sering meneliti, bersosialisasi dengan masyarakat, dan menela'ah
secara berhati-hati (Carefully) guna
mempertahan kepercayaan masyarakat terhadap setiap lembaga keuangan bank, baik
bank milik pemerintah maupun milik swasta.
8.
Pihak pemerintah harus sering
melakukan kajian sistem keuangan, sistem perbankan, dan sistem
pengawasan yang lebih mendalam dan intensif seperti tentang sektor-sektor usaha
yang feasible dan layak untuk dibiayai dengan kendali risiko yang akurat
melalui implementasi risk management sistem yang up to dated.
9.
Tiga hal yang menjadi tujuan utama arah kebijakan BI. terutama dari sisi
kebijakan moneter. Implementasi inflation, targeting, & framework harus di pertajam agar
keyakinan pasar dan stabilitas sistem keuangan dapat tetap terjaga.
DAFTAR
PUSTAKA
Iqbal Achmad. “Pemerintah
Harus Perhatikan Konsep Ekonomi Islam” 24-11-2008 http://www.ekonomisyariah.net
Agustianto, “Ekonomi Syariah Sebagai Solusi”, http://www.pesantrenvirtual.com
UU RI Nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syari’ah
Sudarminto, “Evaluasi Waktu Pelayanan Teler dalam Rangka
Meningkatkan Mutu Layanan” ITB, Bandung, 2006
Supranto, “Pengukuran
Tingkat Kepuasaan Pelanggan”, Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta, 2001.
Mulyadin, Dedy, “Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada PT.
BNI” ’46 Cabang X. UG Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1
No.1, Jakarta, 2007.
CATATAN KAKI :
1.
Faculty
Syari’ah end Islamic Economic, institute religion Islam Country " Sultan
Maulana Hasanuddin " Banten, Serang City, Banten Province, Indonesia. harryspratamateguh@yahoo.co.id
2.
a
b
UIKA Bogor. Swipa.
3.
a
b
Jurnal Ekonomi Rakyat.
Swipa
5.
Iqbal
Achmad. Pemerintah Harus Perhatikan Konsep Ekonomi Islam 24-11-2008 Website http://www.ekonomisyariah.net
6.
Ibid
7.
Agustianto,
“Ekonomi Syariah Sebagai Solusi”, http://www.pesantrenvirtual.com
8.
M.
Umar Chapra, “The Future of Economics; an Islamic Perspective”, Edisi terjemah,
Jakarta: SEBI, 2001, hal. 45.
9. Aturan
perundang-undangan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 tahun 2008 tentang
perbankan syari’ah.
10. Perkembangan
bisnis perbankan Indonesia begitu pesat, hal ini ditanda dengan jumlah Bank
yang semakin banyak dan produk yang semakin variatif. Disamping itu terjadinya
perubahan pola pikir konsumen yang ditandai dengan semakin banyaknya faktor
yang menjadi pertimbangan dalam memilih Bank antara lain : akses mudah, rasa
aman, produk yang bersaing, pelayanan yang memuaskan. Lihat tulisan
Sudarminto, 2006, “Evaluasi Waktu Pelayanan Teler dalam Rangka Meningkatkan Mutu Layanan”
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
11.
Widodo, 2001 hal.
277.
12. Ibid,-
Widodo, 2001, hal. 277.
13. Supranto,
2001, Pengukuran Tingkat Kepuasaan Pelanggan, Penerbit : Rineka Cipta, Jakarta.
14. Mulyadin, Dedy,
2007, Analisis Kualitas Jasa Pelayanan Pada PT. BNI ’46 Cabang X. UG
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.1 No.1, Jakarta.
15. Indriwinangsih,
Lira & Sudaryanto, 2007, Pengukuran Kualitas Pelayanan Kartu Pra Bayar Pro
XL di Wilayah Depok. UG Jurnal Manajemen dan Pemasaran, Vol. 1
No. 7, Jakarta.
16. Lihat tulisan
yang terdapat pada situs http://ekiszone.co.cc/category/perbankan-islam
17.
RUU tersebut disahkan menjadi
Undang-Undang pada rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia di Gedung DPR Jakarta pada tanggal 9 April 2008.
18. M. Umer Chapra (1
Februari 1933, Bombay India) adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang
paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul
Karim Chapra. Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia
tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk
orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang
baik. Beliau sangat berperan dalam perkembangan ekonomi Islam. Ide-ide
cemerlangnya banyak tertuang dalam karangan-karangannya. Kemudian karena
pengabdiannya ini beliau mendapatkan penghargaan dari Islamic Development Bank
dan meraih penghargaan King Faisal International Award yang diperoleh pada
tahun 1989.
19. Landasan filsafat
pendidikan memberi perspektif filosofis yang seyogyanya merupakan “kacamata”
yang dikenakan dalam memandang menyikapi serta melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu maka ia harus dibentuk bukan hanya mempelajari tentang filsafat,
sejarah dan teori pendidikan, psikologi, sosiologi, antropologi atau disiplin
ilmu lainnya, akan tetapi dengan memadukan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta
pendekatan-pendekatannya kepada kerangka konseptual kependidikan.
20. Kepentingan
tersebut adalah suatu tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Akan tetapi pada
fakta sepanjang sejarah, dimana kepentingan manusia itu selalu diancam, dan
diganggu oleh bahaya yang ada disekitar tempat keberadaan setiap manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar