PEMBANGUNAN EKONOMI UMAT
MELALUI PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR
UNTUK MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN
[1]Harrys Pratama Teguh
ABSTRACT
In everyday life,
Water is the main source of economic development of mankind, such as in
agriculture to realize the ever increasing needs of the community coupled with
skyrocketing prices of products based on crop yields without the factors
causing high prices of products. While in the long term the government party
must lead the people to prosperity, spiritual and physical well-being, and must
face the long-term problems such as application of the legal aspects of Islamic
economics in preserving the potential utilization of water resources. This
paper aims first, to know the main grip of mankind to preserve water resources
to the optimum. Second, know the legal basis which confirms the utilization of
water resources devoted to the maximum for the prosperity of the people. and
third, providing steps and solutions to avoid a water crisis that will most
likely occur in the future.
At the
writing of scientific papers that we use is the correlative study, which is a
correlative research is research that links the existing data. In accordance
with the understanding that we connect the data that we can from each other. In
addition we are also linking the existing data with the theoretical basis that
we use. So expect our research can be a proper research and appropriate.
With the article titled "Economic Development Through People of Preservation Water Resources To
Achieve Prosperity" expected Based on this has given rise to concerns
for developing a new approach to the economy in such a limited circle of
concern to develop an academic discipline is generally called the Islamic
economic order. Islamic economic order based on the strong foundation of
Tawheed (Oneness of God), the caliphate (representatives), and 'is the
(justice). The third premise is a unity of inter-related. The above matters
if it is associated with natural resources including water resources
conservation created should be used to achieve welfare for all Muslims who love
the world environment. Following the government's role in the new economic
order that needs to be understood, at least include four things :
1.
Maximalitation
level of utilization of water resources.
2.
Minimalitation
distributive inequalities.
3.
Maximalitation
job creation.
4.
Maximalitation
supervision.
Keywords: Islamic Economic Order, Welfare, Water Resources
Utilization, and Environmental Protection.
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari air
merupakan sumber utama pembangunan ekonomi umat manusia seperti pertanian untuk
mewujudkan kebutuhan masyarakat yang semakin meningkat yang disertai dengan
melonjaknya harga produk hasil panen tanpa didasari faktor penyebab mahalnya
harga produk.[2] Sementara dalam jangka panjang pihak pemerintah harus
mengantarkan masyarakat kepada kemakmuran, kesejahteraan lahir dan bathin,
serta harus menghadapi masalah jangka panjang seperti penerapan aspek hukum
ekonomi Islam dalam melestarikan pendayagunaan potensi sumber daya air.
Sementara dalam jangka pendek pemerintah dituntut untuk menciptakan iklim usaha
yang kondusif terhadap seluruh pihak.
Persoalan
ekonomi sebenarnya mengalami perkembangan yang cukup strategis, demikian juga
upaya untuk memecahkan berbagai persoalan ekonomi seperti Pelestarian Sumber
Daya Air yang menjadi moment utama selama perjuangan manusia di sepanjang
kehidupan baik yang terekam oleh sejarah maupun tidak. Apabila persoalan
ekonomi dikaitkan dengan pelestarian sumber daya air yang dihadapi umat manusia,
maka terlihat suatu asumsi seperti munculnya suatu pandangan yang menempatkan
aspek material yang bebas dari dimensi nilai pada posisi yang dominan. Dampak
yang ditimbulkan dari cara pandang inilah yang kemudian membawa malapetaka dan
bencana dalam kehidupan sosial masyarakat seperti eksploitasi dan perusakan
lingkungan hidup, disparatis pendapatan dan kekayaan antar golongan dalam
masyarakat dan antarnegara di dunia, lunturnya sikap kebersamaan dan
persaudaraan, timbulnya berbagai penyakit sosial (social disease) disertai dengan muncul suatu revolusi sosial yang
anarkis dan sebagainya.
Pemanfaatan sumber daya air sejalan dengan perkembangan peradaban
manusia yang telah dicatat dalam prasasti Tugu pada masa kerajaan Tarumanegara pada
abad ke 6 sebagaimana yang telah dilaksanakan penggalian saluran untuk
mengalirkan air ke kotaraja dan upaya pengendalian banjir. Mengingat fakta
dilapangan masih banyak masyarakat yang tidak memahami makna dari pelestarian
dan pendayagunaan sumber daya air secara hemat dan praktis. Melihat
pemakaian air yang tidak perlu dan berlebihan secara terus menerus dari tahun
ke tahun, diperkirakan pada tahun 2019 negara akan mengalami krisis air yang
hebat atas faktor meningkatnya populasi dan eksploitasi air tanah yang
berlebih. Oleh karena itu, hal
tersebut dinilai perlu dipelajari dengan penuh cermat dan keseriusan untuk
diselesaikan dengan baik dan tepat minimal mengurangi angka pemakaian air
diluar batas normal dengan judul tulisan ”Pembangunan
Ekonomi Umat Melalui Pelestarian Sumber Daya Air Untuk Mewujudkan Kesejahteraan” melalui tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
setiap umat manusia agar potensi sumber daya air dapat dimanfaatkan dengan
optimal dan memuaskan dimuka perekonomian nasional.
IDENTIFIKASI
MASALAH
1. Apa yang menjadi pegangan utama umat
manusia untuk melestarikan sumber daya air dengan optimal ?
2. Apa
landasan hukum yang menegaskan pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan dengan
sebesar-besarnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat ?
3. Bagaimana
langkah dan solusi untuk menghindari krisis air yang kemungkinan besar akan
terjadi pada waktu yang akan datang ?
TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui
pegangan utama umat manusia untuk melestarikan sumber daya air dengan optimal.
2. Mengetahui
landasan hukum yang menegaskan pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan dengan
sebesar-besarnya untuk mewujudkan kemakmuran rakyat.
3. Memberikan
langkah dan solusi untuk menghindari krisis air yang kemungkinan besar akan
terjadi pada waktu yang akan datang.
METODE
PENULISAN
PEMBAHASAN
Sebelum
penulis membahas mengenai aspek hukum Ekonomi
Islam terhadap sumber daya air, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu
mengenai Resistensi terhadap globalisasi dan sistem ekonomi kapitalis sebagai
motor penggerak utama globalisasi yang sering disuarakan dari jantung
kapitalisme itu sendiri. Berbagai peristiwa
dekade terakhir, terutama krisis ekonomi tahun 1997 di Asia menimbulkan
kesadaran bahwa tatanan ekonomi dunia saat ini mencerminkan ketidak adilan
struktur ekonomi pada negara berkembang. Beberapa alternatif telah dimajukan,
seperti green economy. Belakangan banyak kalangan, termasuk ahli
ekonomi Barat mulai melirik sistem ekonomi yang ditawarkan oleh Islam sebagai
pilar tatanan ekonomi baru dunia. Tatanan
ekonomi baru tersebut harus mencerminkan keadilan, pandangan yang sejajar
terhadap manusia dan moralitas. Tatanan ekonomi yang ditawarkan Islam dilandasi
dengan fondasi yang kuat, yaitu tauhid
(keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan), dan ‘adalah (keadilan). Ketiga
landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait.
Tauhid merupakan muara dari semua pandangan dunia Islam. Tauhid mengandung arti
alam semesta didesain dan diciptakan secara sadar oleh Tuhan Yang Mahakuasa dan
tidak terjadi secara kebetulan atau aksiden. Hal tersebut sebagaimana telah
ditegaskan Q.S. al-Baqarah Ayat 30 yang :
Artinya
:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui." (Q.S. al-Baqarah
Ayat 30).
Hal
tersebut diatas jika dikaitkan dengan sumber daya alam termasuk didalamnya
pelestarian sumber daya air yang diciptakan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh umat Islam yang mencintai dunia lingkungan hidup.
Pada sisi ini, jelas bertentangan dengan konsep self interest
kapitalisme. Implikasi dari pandangan tersebut bahwa persaudaraan universal
yang kemudian menimbulkan persamaan sosial dan menjadikan sumber daya alam
sebagai amanah untuk dilestarikan dan dimanfaatkan dengan maksimal dalam
menjalankan kehidupan. Pandangan ini tidak akan terlaksana secara substansial
tanpa dibarengi dengan keadilan sosial ekonomi. Penegakan keadilan dan penghapusan
semua bentuk ketidakadilan sebagaimana telah ditekankan dalam al-Qur’an sebagai
misi utama Rasul Allah yang terdapat pada Al-Qur’an Q.S. A-Hadiid, Ayat 25 yang :
Artinya
:
Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami
dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al
Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan
kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai
manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah
mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah
tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Q.S. A-Hadiid, Ayat 25).
Dari
landasan beberapa ayat Al-Qur’an diatas dapat dilihat bahwa ada keseimbangan
dari faktor ekonomi termasuk didalamnya pemisahan yang radikal antara sektor
moneter dengan sektor riil menjadi ketidak adilan dan ketidak merataan. Peranan
pemerintah dalam tatanan ekonomi baru tersebut, paling tidak mencakup empat hal
:
1.
Maksimalisasi tingkat pemanfaatan
sumber daya Alam. Pemanfaatan sumber daya Alam tersebut
harus memperhatikan prinsip kesejajaran dan keseimbangan (equilibrium).
Dalam ekonomi Islam konsep al-‘adl dan al-ihsan menunjukkan
suatu keadaan keseimbangan dan kesejajaran sosial :
Artinya :
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu)
berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (Q.S. an-Nahl, Ayat 90).
Hal ini penting, karena apabila terjadi
pemanfaatan yang tidak seimbang atau pemborosan yang terjadi atas kerusakan
alam yang pada gilirannya adalah ketidak seimbangan sunnatullah (hukum alam). Kerugiannya juga pada
manusia dalam jangka panjang.
2. Minimalisasi
kesenjangan distributif. Kegiatan tersebut mempunyai tujuan
yang berkaitan dengan prinsip dasar ekonomi Islam yaitu keadilan distributif.
Keadilan distributif didefinisikan sebagai suatu distribusi pendapatan dan
kekayaan yang tinggi, sesuai dengan norma-norma fairness yang diterima
secara universal.
3.
Maksimalisasi penciptaan lapangan
kerja. Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana untuk
mencapai keadilan distributif, sebagian karena mampu menciptakan kesempatan
kerja yang lebih banyak daripada yang mungkin bisa diciptakan dalam keadaan
ekonomi statis seperti penciptaan lapangan kerja yang harus diimbangi dengan
pemberian tingkat upah yang adil berdasarkan hasil perkembangan usaha produktif
yang dipegang oleh setiap pengusaha. Pemerintah dalam hal ini berkewajiban
untuk memastikan kesempatan kerja yang luas melalui berbagai kegiatan ekonomi
yang aktif pada sektor yang mampu menyerap semua lapisan.
4. Maksimalisasi pengawasan.
Salah satu bagian integral dari kesatuan sistem ekonomi Islam adalah lembaga Hisbah.
Peranannya, sebagaimana dirumuskan Ibn Taimiyah,[3]
Lembaga Hisbah adalah lembaga pengawasan terhadap penyimpangan dari kegiatan
ekonomi. Dalam pemerintahan yang modern saat ini, lembaga tersebut dapat
diaplikasikan dengan modefikasi tertentu yang mempunyai tugas dan wewenang yang
sama. Pengawasan dalam ekonomi Islam adalah penting, karena suatu sistem
ekonomi yang adil tidak akan berjalan apabila terjadi kecurangan yang
disebabkan oleh perilaku menyimpang pelaku ekonomi.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi
Islam dapat dijadikan alternatif sebagai sistem perekonomian umat Islam yang
mampu membawa masyarakat untuk menuju kesejahteraan dan kemakmuran sebagaimana
yang diharapkan oleh Agama Islam, karena dibangun tiga landasan utama yang
mencerminkan dan menjamin keadilan berjalan. Demikian juga dalam melestarikan sumber daya air, Air sebagai sumber daya
alam berupa persediaan dan sekaligus sebagai aliran dan pengisian kembali oleh
air hujan.
Ekonomi sumber daya air adalah suatu studi tentang
proses bagaimana manusia mengambil keputusan, sehingga sumber daya air yang
langka dapat dimanfaatkan secara optimal.[4] Persediaan dan biaya-biaya untuk mengeksploitasi
sumber daya air akan mempengaruhi ekonomi makro suatu negara. Keseimbangan
perdagangan misalnya, ikut dipengaruhi oleh sumber daya air terutama untuk
ekspor hasil pertanian. Pengembangan sumberdaya air meliputi pengawasan aliran
air, sehingga pola pemasokan air memenuhi pola permintaan di seluruh ruang dan
waktu.
Sebagaimana diketahui penanganan sumberdaya air
biasanya dilakukan oleh manajemen pemerintah yang membidanginya dengan meliputi beberapa tujuan nasional yakni
efsiensi ekonomi, pengawasan kualitas lingkungan, distribusi pendapatan antar
daerah, dan menyelamatkan sekelompok masyarakat tertentu yang bermukim di suatu
daerah.
Pemanfaatan sumber daya air umumnya ditujukan untuk
memasok keperluan kota, irigasi, pembangkit tenaga listrik pengawasan banjir,
rekreasi, pengawasan pencemaran, pelayaran, perikanan, dan untuk konservasi
binatang di hutan. Mengingat pentingnya pemanfaatan sumberdaya air ini secara
optimal, maka pertimbangan untuk penggunaan ganda harus batasi, meskipun dengan
proyek kecil. Sumber daya air saat ini menjadi problematika besar bagi Negara
berkembang termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berkedudukan
sebagai Negara terluas (peringkat 15)
dunia termasuk didalamnya kaya akan sumber daya alam dengan kapasitas 325.350
jenis flora dan fauna.[5] Pada tulisan ini, penulis akan mencoba menguraikan
beberapa problematika yang terjadi pada pola pemanfaatan potensi sumber daya
air, diantaranya :
A.
Adanya
Gejala Krisis Air
Masalah yang
muncul banyak terletak pada bagaimana manajemen sumberdaya air harus
dioptimalkan dengan terbatasnya segala sumber daya yang ada. Erat kaitannya dengan masalah tersebut yang
sering muncul adalah problematika distribusi kuantitas, kualitas, dan modus
pemakaian yang sangat bervariasi. Dengan demikian sering terjadi di suatu
lokasi terdapat kelebihan air, sedangkan di tempat lain menderita kekurangan
air. Berikut rumusan strategi pengembangan sektor air bersih
dispesifikkan ke dalam aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal tersebut
diharapkan akan menghasilkan dampak positif dalam masing-masing aspek secara
proporsional, berkelanjutan, dan membawa peningkatan kesejahteraan (social
benefit).
Rumusan pada dasarnya mendeskripsikan
strategi pengelolaan sumberdaya air dari Le Moigne et al. (1994), yang
terdiri dua kegiatan penting yakni analisis sumberdaya air, yaitu mengkaji
aspek fisik dan faktor-faktor yang mempengaruhi sumberdaya air, dan
pendefinisian strategi, yaitu proses penetapan bentuk-bentuk pengelolaan
sumberdaya air.
B.
Degradasi
Sumber Daya Air
Berbagai keluhan yang disertai protes
masyarakat terkait adanya pencemaran air yang semakin bermuculan sebagai akibat
dari adanya limbah industri termasuk limbah dari industri pariwisata seperti
hotel dan restoran. Kecenderungan menurunnya kualitas air seiring dengan
meningkatnya perkembangan industri yang mengeluarkan limbah, pertumbuhan
perumahan secara eksponensial dan pertambahan penggunaan bahan organik
sintetis. Di Bali misalnya pemerhati lingkungan telah mendesak pihak hotel
untuk melakukan program penanggulangan limbah karena akumulasi limbah hotel dan
rumah tangga di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar diyakini sudah tergolong
memprihatinkan yaitu mencapai 24%, sedangkan pencemaran air sungai di seluruh
Bali secara umum mencapai 7%.[6]
Intruksi air laut telah terjadi atas
faktor eksploitasi yang berlebihan terhadap air tanah. Pembabatan hutan dengan
semena-mena tanpa kendali akan mengakibatkan berkurangnya kuantitas air yang
tidak jarang menimbulkan banjir terutama pada musim penghujan. Air tanah dan
air permukaan mulai terkontaminasi dari berbagai zat kimia yang mengandung
racun dari limbah industry tersebut, baik limbahan dari saluran irigasi yang
mengandung pestisida maupun limbah domestik. Degradasi sumberdaya air sangat
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat. Air irigasi yang tercemar akan
berakibat buruk terhadap hasil panen, sehingga secara keseluruhan tanaman padi
persawahan akan menimbulkan pencemaran sumberdaya air yang mengancam
kesejahteraan masyarakat.
C. Persaingan
Semakin Tajam antar Pengguna Air
Persaingan yang menjurus konflik
kepentingan dalam pemanfaatan air antara berbagai sektor seperti sektor
pertanian dan non-petanian akan lebih cenderung meningkat pada masa mendatang.
Hal ini dapat dipahami karena air yang sebelumnya dimanfaatkan lebih banyak untuk
pertanian, perlu dicatat pada masa mendatang sumber daya air harus dialokasikan
terhadap sektor non-prtanian. Sebenarnya konflik akibat persaingan dalam
pemanfaatan air sudah sering terjadi pada kalangan petani padi, terutama pada
wilayah yang sedang mengalami kelangkaan air. Konflik antar petani dalam
pemanfaatan air irigasi biasanya terjadi antara kelompok petani hulu dan
kelompok petani hilir, namun pada umumnya tidak berkepanjangan dan tidak sampai
menimbulkan bentrokan fisik. Akibat persaingan yang semakin tajam dalam
pemanfaatan air maka di masa yang akan datang konflik akan terus bermunculan tidak
hanya antar petani tetapi antara kelompok petani melawan kelompok bukan petani yang
ikut terhambat akan kebutuhan air. [7]
Hasil penelitian JICA seperti dikutip
oleh Kurnia,[8]
menunjukkan bahwa mulai tahun 1991 sampai tahun 2020 diperkirakan konversi
lahan beririgasi di seluruh Indonesia akan mencapai 807.500 ha (untuk Jawa sekitar 680.000 ha; Bali 30.000
ha; Sumatera 62.500 ha dan Sulawesi 35.000 ha). Khusus untuk Bali, dalam
beberapa tahun belakangan ini areal persawahan yang telah beralih fungsi
diperkirakan mencapai 1.000 ha per tahun. Penciutan lahan sawah ini sungguh
pesat, lebih-lebih wilayah sekitar kota yang dipicu oleh harga tanah semakin meroket,
sehingga pemilik sawah tergoda untuk menjual sawahnya.
D. Menyusutnya
Lahan Pertanian Beririgasi Akibat Alih Fungsi
Alih fungsi lahan pertanian untuk tujuan
non-pertanian merupakan proses yang tidak terhindarkan. Hal ini disebabkan
karena adanya ledakan jumlah penduduk yang menunutut pertambahan pemukiman,
transportasi, pembangunan industri dan berbagai prasarana fisik untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia modern yang semuanya itu niscaya membutuhkan tanah. Misalnya
selama kurun waktu 1984-1990 di Jawa Barat telah terjadi alih fungsi lahan
sawah untuk non-pertanian seluas 27.768 ha atau rata-rata 5.554 ha per tahun.
Selanjutnya di Jawa dan Bali, selama periode 1981-1986 luas lahan sawah yang
telah beralih fungsi mencapai 224.184 ha dengan rata-rata 37.364 ha / tahun.
Dari sawah seluas 224.184 ha itu 55,77% masih dipergunakan sebagai lahan pertanian
sedangkan sisanya sebanyak 44,23 % dialih fungsikan ke non-pertanian.
E.
Kurang
Jelasnya Ketentuan Hak Penguasaan Air
Pemerintah sebagaimana yang penulis
cermati dari beberapa media informasi telah menetapkan susunan prioritas
penggunaan air dengan urutan sebagai berikut :
1) Air
minum, rumah tangga, pertahanan, keamanan, peribadatan, dan berbagai usaha
perkotaan.
2) Pertanian
dalam arti luas yaitu termasuk peternakan, perkebunan dan Perikanan.
3) Ketenagaan,
industri, pertambangan, lalu lintas dan rekreasi.
Akan tetapi pada kenyataannya urutan
prioritas yang kedua yakni pertanian sering dikalahkan oleh urutan prioritas ketiga
seperti misalnya untuk kebutuhan pembangunan industri. Dalam hal seperti ini,
keberlanjutan pertanian hilir akan membawa akibat pemberian izin oleh
pemerintah atas pengambilan air di hulu sungai untuk keperluan industri yang
tidak jarang menimbulkan pencemaran sungai. Perangkat peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku saat ini dinilai belum tegas dan eksplisit dalam
memberikan jaminan kepastian hukum dalam memperoleh hak guna air kepada petani
yang sudah berlangsung secara turun temurun.
Para petani yang sudah berabad-abad memanfaatkan
air sungai untuk keperluan irigasi dalam posisi yang lemah. Jika ada pendatang
baru seperti misalnya PDAM atau bahkan pengusaha air minum kemasan yang
mengambil air di hulu sungai, maka terpaksa harus mengalah dengan resiko tersebut
yaitu pertanian akan mengalami gagal panen dan tidak bisa melanjutkan usaha tani
atas faktor kekurangan air.
F.
Bahan
Baku Produksi Air Bersih
Bahan baku
produksi air minum berasal dari air tanah termasuk air sumber dan air permukaan
(sungai, dan danau). Menurut perspektif
historis antara tahun 1978-1984 penggunaan air tanah sekitar 52 % sebagai bahan
baku air PAM. Angka ini jauh di atas pemakaian sungai yang hanya 23 % digunakan
sebagai sumber bahan baku. Sementara itu penduduk yang menggunakan sumur air
tanah menghadapi beberapa aspek negatif seperti mudah tercemar dan pemilikan
tanah yang sempit menyebabkan jarak ideal antara sumur dan sumur peresap
minimal 15 m sulit dipenuhi.
Mengingat kecenderungan penggunaan air sungai
sebagai bahan baku air tampak mengalami peningkatan, oleh karena itu pemerintah
harus mengambil langkah pengamanan terhadap sungai sebagai sumber air PAM agar
tidak tercemar. Dalam jangka pendek pencemaran akan membawa dampak negatif
terhadap biaya produksi air bersih, dan dalam jangka panjang akan mengakibatkan
penurunan produktivitas kerja penduduk akibat terkontaminasi dengan air yang
tercemar.
Masalah
pencemaran lingkungan yang berakibat kualitas SDA menurun karena pembangunan
yang selama ini dilakukan secara konvesional, dengan cara memacu pertumbuhan
dan aktivitas ekonomi sehingga mengakibatkan terjadi peningkatan eksploitasi
sumber daya alam (SDA). Peningkatan eksploitasi SDA akan mengakibatkan
kerusakan alam, tanah, air, udara dan keanekaragaman hayati baik secara
langsung maupun bertahap.
Dari masalah
inilah kemudian orang sadar betapa perlunya pemikiran untuk mempertimbangkan
kelestarian SDA dan lingkungan agar pembangunan ini berkelanjutan. Konsep ini
dikenal dengan “pembangunan berkelanjutan”[9] yang menyatakan bahwa pembangunan ini harus
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Cukup banyak
bukti menunjukkan adanya pencemaran sungai disetiap kota besar tanah air
sehingga perlu ditanggulangi segera seperti kasus sungai Ciliwung di Jakarta,
sungai Garang di Semarang, sungai Brantas di Surabaya dan beberapa sungai
tertentu di luar Jawa.
Untuk itu sangatlah
logis penelitian mengenai langkah tersebut, pertumbuhan industri yang semakin
meningkat dan peningkatan intensifikasi pertanian dengan pemakaian lebih banyak
pestisida yang diikuti dengan berkembangnya penduduk kota yang memberi pengaruh
buruk kepada tingkat pencemaran air. Saat ini diperlukan pembangunan yang tepat
dalam pengelolaan air sebagai sumber mineral sehingga air yang dieksploitasi
besar-besaran tanpa memperhatikan konsep pelestariannya.
Berikut
beberapa catatan yang kiranya perlu penulis uraikan agar permasalahan sumber
daya air termasuk kemungkinan besar akan terjadinya krisis air dapat
dihindarkan. Pelestarian dan perlindungan sumberdaya air untuk menjamin
keberlanjutan tata air dan pada akhirnya juga keberlanjutan pertanian yang
secara kuantitatif perlu ditingkatkan. Berikut beberapa langkah yang penulis
uraikan : [10]
1) Pelaksanaan
analisa dampak lingkungan bagi proyek-proyek pembangunan atau investasi. Proyek
yang secara potensial dapat mengganggu kelestarian sumberdaya air agar secara
tegas dilarang atau dihentikan.
2) Penerapan
aturan siapa yang melakukan pencemaran dialah yang harus menanggung beban biaya
penanggulangan pencemaran tersebut (polluters pay principle) dan kepada
pelakunya juga harus dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku.
3) Pengendalian
pencemaran atas mutu sumberdaya air dengan cara antara lain:
a. Pengolahan
air tercemar pada sungai dan danau.
b. Pengolahan
air limbah pada sumber-sumber tercemar seperti pabrik dan pemukiman. Dan
c. Pengembangan
teknologi pengendalian pencemaran.
4) Penerapan
teknologi irigasi air limbah.[11]
Teknologi ini telah berkembang pesat di beberapa negara seperti Amerika
Serikat, Inggris, Jerman, Israel dan bahkan India.
5) Rehabilitasi
kerusakan daerah hulu sungai (daerah
tangkapan). Kerusakan daerah hulu sangat fatal karena dapat mengakibatkan
banjir. Adanya erosi karena penggundulan hutan di daerah hulu berakibat
pengendapan lumpur pada waduk dan bangunan irigasi. Rehabilitasi kerusakan
daerah tangkapan dapat dilakukan antara lain melalui penghijauan dan reboisasi.
Dari
analisis diatas dapat disimpulkan dalam pengembangan dan manajemen sumberdaya
air meliputi beberapa tujuan nasional seperti efisiensi ekonomi, pengendalian
kualitas lingkungan, distribusi pendapatan antar daerah, serta untuk memenuhi
tujuan-tujuan khusus lainnya termasuk menyelamatkan sekelompok masyarakat
tertentu yang bermukim di suatu daerah. Selama duapuluh tahun terakhir ini,
Indonesia telah mengalami penurunan aliran mantap air sebanyak 26,4 %, suatu
penurunan yang cukup drastis. Dilain pihak, dalam kurun waktu yang sama
kebutuhan akan air bersih naik sekitar 50 %. Oleh karena itu pengendalian air
permukaan menjadi semakin penting. Dengan desakan dan pinjaman (loans) dari lembaga internasional
seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, proses reformasi sektor SDA
dimulai sejak tahun 1999.
Undang-undang no. 17 tahun 2007
tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025[12] menegaskan rencana pembangunan nasional
dalam 20 tahun ke depan dalam berbagai sektor pembangunan sebagai upaya menyabarkan
dan mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Visi dan Misi Pembangunan Nasional 2005-2025 adalah ”INDONESIA
YANG MANDIRI, MAJU DAN MAKMUR” Adapun misi RPJ P 2005-2025 adalah :
1.
Mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafat Pancasila.
2.
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
3.
Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum.
4.
Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu.
5.
Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan.
6.
Mewujudkan Indonesia asri dan lestari.
7.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang
mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional.
8.
Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan
internasional.
Dari misi tersebut yang terkait
lansung dengan sektor lingkungan hidup adalah misi ke 6 yaitu mewujudkan
Indonesia asri dan lestari. Dalam mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari
sasaran dan arah pembangunan Lingkungan Hidup yang digariskan dalam RPJP
2005-2025 adalah sebagai berikut :
A.
Sasaran RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup
1.
Membaiknya pengelolaan dan penggunaan SDA dan
pelestarian fungsi LH yang dicerminkan oleh tetap terjaganya fungsi daya dukung
dan kemampuan pemulihannya dalam mendukung kualitas kehidupan sosial dan
ekonomi secara serasi, seimbang dan lestari.
2.
Terpeliharanya kekayaan keragaman jenis dan kekhasan
SDA untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing bangsa, serta modal pembangunan.
3.
Meningkatnya kesadaran, sikap mental dan perilaku
masyarakat dalam pengelolaan SDA dan pelestarian fungsi LH untuk menjaga
kenyamanan dan kualitas kehidupan.
B.
Arah RPJP 2005-2025 khususnya Lingkungan Hidup
1.
Mendayagunakan SDA yang
terbarukan, SDA terbarukan dimanfaatkan secara rasional, optimal, efisien dan bertanggung
jawab dengan menggunakan seluruh fungsi dan manfaat secara seimbang.
2.
Mengelola SDA yang tidak
terbarukan, Pengelolaan SDA tak terbarukan, seperti bahan tambang, mineral, dan
sumber energi diarahkan untuk tidak dikonsumsi secara langsung, melainkan
diperlakukanan sebagai masukan, baik bahan baku maupun bahan bakar, untuk
proses produksi yang dapat menghasilkan nilai tambah optimal di dalam negeri.
3.
Menjaga keamanan ketersediaan
energi, Menjaga keamanan ketersediaan energi diarahkan untuk menyediakan energi
dalam waktu yang terukur antara tingkat ketersediaan sumber-2 energi dan
tingkat kebutuhan masyarakat.
4.
Menjaga dan melestarikan sumber
daya air, Pengelolaan diarahkan menjamin keberlanjutan daya dukungnya dengan
menjaga kelestarian fungsi daerah tangkapan air dan keberadaan air tanah.
5.
Mengembangkan sumber daya kelautan, Pembangunan ke
depan perlu memperhatikan pendayagunaan dan pengawasan wilayah laut yang sangat
luas.Pemanfaatan sumber daya tersebut melalui pendekatan multisektor,
integratif dan komprehensif untuk meminimalkan konflik dan tetap menjaga
kelestariannya.
6.
Meningkatkan nilai tambah atas
pemanfaatan SDA tropis yang unik dan Khas, Deversifikasi produk dan
inovasi pengolahan hasil SDA terus dikembangkan agar mampu menghasilkan barang
dan jasa yang memiliki nilai tambah tinggi.
7.
Memperhatikan dan mengelola
keragaman jenis SDA yang ada di setiap wilayah, Pengelolaan SDA untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, mengembangkan wilayah strategis
dan cepat tumbuh serta memperkuat daerah dalam mendukung pembangunan yang
berkelanjutan.
8.
Mitigasi bencana alam sesuai
dengan kondisi geologi Indonesia, Mengembangkan kemampuan sistem deteksi dini,
sosialisasi dan desiminasi informasi terhadap ancaman kerawanan bencana alam
kepada masyarakat.
9.
Mengendalikan pencemaran dan
kerusakan lingkungan, Pembangunan ekonomi diarahkan pada pemanfaatan jasa
lingkungan yang ramah lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan untuk
meningkatkan daya dukung lingkungan.
10.
Meningkatkan kapasitas
pengelolaan SDA dan LH, Peningkatan kelembagaan, penegakan hukum, SDM yang berkualitas,
penerapan etika lingkungan, internalisasi etika lingkungan dalam kegiatan
produksi, konsumsi, pendidikan formal dan kehidupan sehari-hari.
11.
Meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk mencintai lingkungan.
C.
Beberapa kelemahan strategis dalam pencegahan
kerusakan lingkungan
Beberapa kelemahan yang sifatnya mendasar selama ini dalam mengelola lingkungan
hidup dan memerlukan tekad kuat untuk diperbaiki menurut kami adalah :
1.
Energi nasional dalam kurun 10 tahun terakhir tercurah
habis untuk pengembangan proses demokrasi yang kurang sehat, sehingga hal-hal
yang strategis dan berdampak luas dan menjangkau llintas generasi kurang mendapat
perhatian dan dukungan politis. [13]
2.
Kebijakan dan regulasi tentang pengelolaan hidup yang
sudah cukup baik dalam formulasinya ternyata tidak dibarengi dengan
implementasi yang baik.[14]
3.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran perusakkan dan
pencemaran lingkungan hampir tidak ada sangsinya.
4.
Otonomi daerah yang berorientasi menaikkan PAD
menyebabkan exploatasi sumber daya yang membabi buta. Seolah-olah Lingkungan
Hidup dan SDA adalah sapi perah yang tidak akan habis susunya.
5.
Anggaran sektor LH yang sangat kecil yakni masih pada
posisi 1% dari APBN, sementara kontribusi hasil SDA mencapai sekitar 25-30%
APBN, sangatlah tidak seimbang antara kebutuhan dan beban yang dibutuhkan.
6.
Sementara Sumber Daya Manusia (SDM) yang menyadari
pentingnya peran Lingkungan Hidup sebagai modal pembangunan dan sekaligus
tabungan untuk generasi penerus bangsa, sekalipun itu di tingkat pengambil
keputusan baik di Pusat maupun Daerah.
7.
Minimnya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan dan
implementasi mengenai Lingkungan Hidup antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
1.2.
Pendekatan
penanganan
A. Pendekatan wilayah sungai dalam keterpaduan tata ruang
Pembangunan secara alamiah
akan tumbuh pesat di daerah yang memiliki sumberdaya alam, sumberdaya manusia
dan dukungan prasarana lainnya. Pusat pertumbuhan berada di perkotaan dengan
dukungan daerah pertanian di sekitarnya. Perkembangan ekonomi dengan industri
dan perdagangan akan memanfaatkan lahan maupun sumberdaya air. Muncul potensi
konflik antara pengguna yang selama ini telah memanfaatkan sumberdaya air dan
lahan yang umumnya dalam posisi lemah. Untuk itu sangat diperlukan campur
tangan pemerintah dengan penekanan perbaikan pengelolaan sumberdaya air yang
berdasarkan pada keterpaduan.
B. Kesepakatan Internasional 1992, Dublin – Rio de Janeiro dan
Cisarua
Dari berbagai konperensi
internasional muncul beberapa kesepakatan reformasi dalam pengelolaan
sumberdaya air terutama dalam menghadapi Abad 21. Pengelolaan sumberdaya air
membutuhkan pendekatan yang holistik, berdasarkan partisipatori yang melibatkan
pengguna, perencana dan penentu kebijakan mengingat air dalam keadaan tertentu
sudah menjadi benda yang memiliki nilai ekonomi.
C. Pergeseran paradigma
Dengan mengacu pada
perubahan lingkungan, ketersediaan sumberdaya, perkembangan teknologi dan
sosial kemasyarakatan maka tidak dapat dielakkan lagi adanya pergeseran
paradigma. Pembangunan yang semula kurang serius mempertimbangkan lingkungan
sudah harus berwawasan lingkungan. Demikian pula penanganan dengan pendekatan
parsial atau proyek individu menjadi pendekatan komprehensif. Pengelolaan yang semula
berdasarkan supply untuk memenuhi permintaan sudah harus berorientasi pada
pengelolaan sumberdaya dengan pendekatan demand management.
D. Pendekatan pengelolaan
Beberapa kata kunci dalam
pendekatan pengelolaan sumberdaya air ini adalah keterpaduan berdasarkan
kerangka analitis yang holistik, upaya pembenahan institusi dan pengaturan
dengan koordinasi, serta penerapan sistim insentive dan disinsentif. Untuk itu
upaya pemberdayaan institusi dengan dukungan pengaturan dan kemampuan teknis
merupakan salah satu jalan untuk mencapai pengelolaan yang handal dan berkelanjutan.
2.
Penyesuaian Kebijaksanaan Sumber
Daya Air
Perlu
ada penyesuaian atau reorientasi kebijaksanaan di bidang sumberdaya air yang
mencakup hal-hal sebagai berikut :
1) Pengelolaan
sumberdaya air yang berorientasi pada sisi persediaan (supply-side management)
perlu diorientasikan ke arah pengelolaan sumberdaya air yang
memperhitungkan nilai air dalam kaitannya dengan biaya penyediaan dan
memperlakukan air sebagai barang ekonomi ( demandside management).
2) Kebijakan
sumberdaya air yang menekankan pada pengembangan pada satu sistem irigasi perlu
disesuaikan yakni menuju pengembangan dan pengelolaan air dalam satu daerah
aliran sungai (DAS) yang memperhatikan keterkaitan antara berbagai pengguna air
sepanjang sungai, keterkaitan antara air permukaan dan air tanah, perlindungan
daerah tangkapan (catchment area) serta mengembangkan sistem
pengelolaan one river, one management.
3) Pengelolaan
secara tersentralisasi agar dirubah menjadi terdesentralisasi yaitu dengan
melibatkan berbagai pengguna khususnya kelembagaan lokal seperti P3A yang ada
dalam setiap tahapan kegiatan keirigasian mulai dari perencanaan, pemeliharaan
sampai pemanfaatan. Pemerintah telah menyadari akan kelemahan dari pendekatan
yang tersentralisasi dalam pengelolaan sumberdaya air.
Oleh
sebab itu, sejak beberapa tahun terakhir ini pemerintah telah memberikan
kewenangan yang lebih besar kepada P3A dalam pengelolaan jaringan irigasi. Ini
terbukti dari adanya program PIK (Penyerahan Irigasi Kecil) untuk sistem
irigasi yang kurang dari 500 ha, sedangkan untuk yang di atas 500 ha petani
diwajibkan membayar Iuran Atas Pelayan Irigasi (IPAIR). Sebegitu jauh belum
banyak ada laporan evaluasi yang mendalam tentang pelaksanaan program-progaram
ini.
4) Dalam
rangka implementasi program PIK dan IPAIR perlu kiranya memotivasi petani agar
menjadikan P3A sebagai lembaga irigasi yang mampu berfungsi ganda yakni selain
sebagai pengelola sistem irigasi dalam kegiatan operasi dan pemeliharaan (OP)
tetapi juga sebagai pengelola agribisnis.
5) Dalam
pengelolaan irigasi, para petani perlu dimotivasi untuk membentuk wadah
koordinasi antar P3A atau Federasi P3A baik dalam lingkungan satu sistem
irigasi yang terdiri dari beberapa P3A maupun dalam lingkungan yang lebih luas
yaitu daerah aliran sungai (DAS). Hal ini dimaksudkan agar air dapat
dialokasikan secara lebih adil berdasarkan kesepakatan semua P3A yang terkait.
Selain itu, melalui Federasi P3A ini pengaturan dan ketentuan pola tanam dan
jadwal tanam yang mendukung pemanfaatan air secara lebih efisien dan adil dapat
dirumuskan bersama.
6) Tanggung
jawab pengelolaan DAS memang seyogyanya ada dalam satu tangan. Sebab, DAS
merupakan satu kesatuan topografi, satu kesatuan tata air dan satu kesatuan
ekosistem dengan batas-batas geografis yang jelas sehingga wajar jika dikelola
dalam satu kesatuan managemen. Dengan demikian, maka perencanaan pemanfaatan
air sungai dan pengembangan sumberdaya air dalam DAS dapat disesuaikan antara
kebutuhan dan potensi yang tersedia (Mahar, 1999).
Kebijaksanaan
pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air di Indonesia selama
ini masih mengandung beberapa kelemahan. Antara lain :
1.
Masih berorientasi pada segi penyediaan
(supply-side management).
2.
Lebih menekankan pada pengembangan satu
sistem irigasi dan kurang memperhatikan keterkaitan hidrologis antar sistem
dalam satu sungai.
3.
Lebih berorientasi pada pengembangan
jaringan utama sistem irigasi. dan
4.
Arena pengelolaan air ada pada tingkat
sistem irigasi bukan sungai.
Ciri-ciri
dari supply-side management seperti dikemukakan oleh Osmet (1996) antara
lain air diperlakukan sebagai sumberdaya yang ketersediannya tidak terbatas,
peran pemerintah sangat dominan dengan fungsi utama menyediakan air kepada
pengguna dengan biaya yang relatif rendah dan bahkan gratis seperti dalam
bidang irigasi, lebih menekankan pada pengembangan sarana dan prasarana fisik
dengan perhatian utama terpusat pada efisiensi teknis.
Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu
memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini
sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi
Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de
Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan
harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan
Berkelanjutan di Johannesburg Tahun
2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Bagi
Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang
pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah sumberdaya
air yang dapat dikatakan bahwa sumberdaya
air mempunyai peranan penting dalam
perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang
sehingga dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia
internasional.
Namun demikian, selain sumberdaya alam yang mampu mendatangkan
kontribusi besar bagi pembangunan di lain pihak keberlanjutan atas
ketersediaannya sering diabaikan yang mestinya ditaati sebagai landasan
melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan
dari sektor ekonomi yang secara garis besar kurang diperhatikan, sehingga ada
kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya
ketersediaan sumberdaya air yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya
dukungnya dapat menimbulkan krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan
komponen lingkungan hidup mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari
waktu ke waktu.
Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya
air yang berkelanjutan perlu ditingkatkan
kualitas dan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas,
sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta
asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong agar perubahan
cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui
internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan
nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses
pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang
berkelanjutan, perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang
terkandung dari Program Pembangunan Nasional yaitu pada dasarnya merupakan
upaya untuk mendayagunakan sumberdaya air untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan
kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang
berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan
ruang.
Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa
mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan publik.
Konsep ini mengandung dua unsur :
1.
Kebutuhan,
khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang beruntung yang
amat perlu mendapatkan prioritas tinggi.
2.
Keterbatasan, penguasaan
teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan keterbatasan kemampuan
lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan
bertolak dari Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, tercapainya kesejahteraan
umum dan kehidupan bangsa yang cerdas, dan dapat berperannya bangsa Indonesia
dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang dapat dianut
adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat
generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan
generasi mendatang.
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Keinginan untuk membangun lembaga ekonomi yang
sejalan dengan prinsip Islam seperti lembaga finasial yang bebas bunga,
pengumpulan zakat lewat pemerintah, dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut telah
melahirkan keprihatinan untuk mengembangkan sebuah pendekatan baru bagi ekonomi
pada kalangan terbatas seperti keprihatinan untuk mengembangkan suatu disiplin
akademis yang secara umum disebut tatanan ekonomi Islam. Tatanan
ekonomi Islam dilandasi dengan fondasi yang kuat yaitu tauhid (keesaan Tuhan), khilafah (perwakilan), dan ‘adalah (keadilan).
Ketiga
landasan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling terkait. Hal tersebut
diatas jika dikaitkan dengan sumber daya alam termasuk didalamnya pelestarian
sumber daya air yang diciptakan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi seluruh umat Islam yang mencintai dunia lingkungan hidup. Berikut
peranan pemerintah dalam tatanan ekonomi baru yang perlu dipahami, paling tidak
mencakup empat hal :
1. Maksimalisasi
tingkat pemanfaatan sumber daya.
2. Minimalisasi
kesenjangan distributif.
3. Maksimalisasi
penciptaan lapangan kerja.
4. Maksimalisasi
pengawasan.
2.
Saran
Dari
penulisan diatas ada beberapa hal yang perlu diuraikan kembali mengingat krisis
air yang kemungkinan besar akan terjadi :
1. Pemerintah
harus mensosialikan akan krisis air terhadap rakyat banyak agar dijadikan
pelajaran bagi pengguna air.
2. Pemerintah
harus memberikan support terhadap masyarakat yang sudah berhasil melestarikan
sumber daya air dengan tujuan masyarakat dapat meniru orang yang sudah paham
terhadap lingkungan.
3. Pemerintah
selaku pembuat kebijakan harus tegas, adil, dan bijaksana dalam menjalankan UU
minimal memberikan sanksi terhadap petugas yang tidak berhasil dalam mengelola,
melestarikan, dan Mensosoalisasikan SDA terhadap Rakyat.
DAFTAR PUSTAKA
Helmi.,
“Kearah
Pengelolaan Sumberdaya Air yang Berkelanjutan: Tantangan dan Agenda untuk
Penyesuaian Kebijaksanaan dan Birokrasi di Masa Depan”. Dalam VISI
Irigasi Indonesia Nomor 13 (7) 1997,
Pusat Studi Irigasi Universitas Andalas, Padang, 1997.
Iqbal
Achmad. “Pemerintah Harus Perhatikan
Konsep Ekonomi Islam” 24-11-2008
Website http://www.ekonomisyariah.net
Anonim,
2001. “Memprihatinkan Limbah Hotel dan Rumah Tangga di Badung dan Denpasar”,.
Dalam Bali Post, Kamis 12 April
Nasoetion
, Lufti dan Joyo Winoto.,“Masalah
Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Dampaknya Terhadap Keberlangsungan Swasembada
Pangan”,
Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian, Jakarta, 1996.
Kurnia,
G., Arianto, T., Judawinata, R., Sufyandi,A., Rija., dan D. Hermajanda. 1996. “Persaingan
dalam Pemanfaatan Sumberdaya Air”, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi
Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian,
Jakarta, 1996.
Atmanto, Sudar Dwi., “Pertanian dan Irigasi Air
Limbah”, dalam Irigasi
Petani No.11/V/1993, Pusat Studi dan Pengembangan Irigasi (PSPI), LP3ES,
Jakarta, 1993.
RPJP
memuat visi, misi, kondisi umum, arah, tahapan, dan prioritas Pembangunan
Jangka Panjang Nasional 2005-2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar