Indonesia adalah negara dimana sektor
energi memberikan sumbangan besar tak hanya untuk menggerakkan ekonomi nasional
(menjadi bahan bakar kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan
lainnya) tapi juga dalam bentuk pendapatan langsung dari penjualan bahan bakar
fosil. Pendapatan dari mengekspor minyak
bumi, gas bumi dan batubara merupakan sumber utama pendapatan ekspor nasional
sekaligus pendapatan pemerintah. Hal ini
nampak nyata, sejak industri perminyakan Indonesia dibangkitkan kembali pada
era Repelita I (periode awal 70-an lalu).
Meskipun pangsa minyak dan gas bumi dalam perekonomian nasional kemudian
menurun karena perkembangan industri manufaktur, peranan yang besar dari ekspor
bahan bakar fosil kembali meningkat dan menjadi sangat penting, khususnya sejak
Indonesia mengalami krisis ekonomi atau finansial 1997-1998 yang lalu.
Perekonomian akan mengalami pertumbuhan
apabila jumlah total output produksi barang dan penyediaan jasa tahun tertentu
lebih besar daripada tahun sebelumnya, atau jumlah total alokasi output tahun
tertentu lebih besar daripada tahun sebelumnya. (Simon Kuznets 1971: 23), seorang ahli ekonomi di Amerika Serikat.
Dalam mengukur dan menganalisis sejarah pertumbuhan pendapatan nasional negara
maju, mendifinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai “peningkatan
kemampuan suatu negara untuk menyediakan barang-barang ekonomi bagi
penduduknya. Pertumbuhan kemampuan ini disebabkan oleh kemajuan teknologi dan
kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya”. Menurut (List 1840: 44) dalam bukunya yang
berjudul Das Nationale der Politischen Oekonomi, perkembangan
ekonomi sebenarnya tergantung pada peranan pemerintah, organisasi swata dan
lingkungan kebudayaan.
List juga menegaskan bahwa negara dan
pemerintah harus melindungi kepentingan golongan lemah diantara masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi juga merupakan masalah perekonomian dalam jangka panjang
dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami dunia hanya dua
abad belakangan ini. Oleh (Simon Kuznets:
1871: 25), proses pertumbuhan ekonomi tersebut dinamakan sebagai Modern
Economic Growth. Dalam periode tersebut, dunia telah mengalami perkembangan
pembangunan yang sangat nyata apabila dibandingkan dengan periode-periode
sebelumnya sampai abad ke 18 (Sadono
Sukirno, 1998 : 413).
Industri minyak bumi dunia dalam empat tahun terakhir
berkembang terutama didorong oleh kenaikan harga minyak mentah yang naik dan
bertahan tinggi hingga puncaknya mencapai US$130 per barrel. Namun, tingginya
harga tersebut tidak sepenuhnya menguntungkan Indonesia karena tingkat produksi
yang justru cenderung turun. Perkembangan industri minyak bumi khususnya sektor hulu
dalam beberapa tahun terakhir terkait dengan beberapa isu antara lain tingkat
produksi yang cenderung turun dan tidak mampu mencapai target lifting. Kondisi
ini terjadi akibat sudah tuanya sumur-sumur minyak yang saat ini dieksploitasi.
Beberapa perusahaan seperti Chevron pada tahun 2008 mengalami penurunan
produksi yakni pada sumur minyak di Riau. Medco EP juga diperkirakan penurunan
produksi minyak mentahnya pada tahun 2009.
Bagi Indonesia yang perekonomiannya masih
sangat bergantung pada pinjaman atau bantuan negara lain, ekspor untuk
produk-produk dengan nilai tambah yang tinggi seperti minyak bumi sangatlah
penting. Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, ekspor minyak bumi
diharapkan dapat menjadi motor penggerak proses pemulihan ekonomi nasional.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul: “Dampak Ekspor Minyak Bumi Terhadap Perkembangan Ekonomi Nasional”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar